BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Periode neonatal yang berlangsung sejak
bayi lahir sampai usianya 28 hari, merupakan waktu berlangsungnya perubahan
fisik yang dramatis pada bayi baru lahir.
Bayi baru lahir harus memenuhi sejumlah tugas perkembangan untuk memperoleh dan
mempertahankan eksitensi fisik secara terpisah dari ibunya. Perubahan biologis
besar yang terjadi pada saat bayi lahir memungkinkan transisi lingkungan
intrauterin ke ekstrauterin. Perubahan ini menjadi dasar pertumbuhan dan
perkembangan di kemudian hari (Bobak : 2005).
Penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Kurang
baiknya penanganan bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kelainan-
kelainan yang menyebabkan cacat seumur hidup, bahkan kematian (Sarwono
Prawirohardjo : 2006).
Setiap tahun di
perkirakan 4 juta bayi meninggal pada bulan pertama kehidupannya, dan dua
pertiganya meninggal pada minggu pertama. Penyebab utama kematian pada minggu
pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan berat lahir rendah. Kurang lebih
98% kematian ini dapat di cegah dengan pengenalan dini pada pengobatan (DepKes RI
: 2003).
Pengetahuan,
kemampuan, dan kepercayaan diri ibu dalam melakukan perawatan yang adekuat bagi bayinya,
meliputi: menyusui atau pemberian makanan melalui botol, perawatan tali pusat,
kulit, dan gentalia bayi, kemampuan untuk mengenali tanda-tanda penyakit dan
masalah bayi yang umum, khususnya
ikterus, keamanan bayi (Varney : 2008).
Menurut WHO
setiap tahun kira-kira 3% dari 20 juta bayi baru lahir (3,6 juta) mengalami
asfiksia dan hampir 1 juta yang akan meninggal. Di Indonesia dari seluruh
kematian terdapat sebanyak 47% meninggal
pada masa neonatal (usia 1 bulan). Setiap 5 menit terdapat neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatus di
Indonesia BBLR 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lainnya dan
kelainan konginetal (www.puskesmasbwn1.world terss.com/2009).
Sepanjang 2009,
Angka Kematian Bayi (AKB) di Jatim menurun sebesar 2,2%. Data Dinas Kesehatan Jatim
mencatat pada 2009 hanya 246.000 bayi meninggal atau 32,8% dari 1000 bayi
meninggal pertahun. Padahal 2007 di Jatim 854 ribu bayi meninggal atau sekitar
35% (Surabaya, Post:25-02-2010).
Angka kematian bayi
baru lahir di Jombang terus mengalami peningkatan kasus. Bila pada tahun 2006 diketahui ada 140 bayi yang meninggal dunia, ternyata
pada 2007
bertambah menjadi 200 bayi. Bahkan, selama tahun 2008 kemarin, angka kematian bertambah mencapai 225 bayi (Jawa
Pos, Minggu, 11 Januari 2009).
Menurut data
yang diambil pada tanggal 19 maret 2010 dari RSAB Muslimat Jombang bahwa angka kematian bayi pada tahun 2008 terdapat 30 bayi meninggal, dan pada tahun
2009 angka kematian bayi sebesar 43
dari 1784 kelahiran bayi.
Salah satu faktor
yang mempengaruhi kematian ibu ataupun bayi ialah kemampuan dan keterampilan
penolong persalinan. Tahun 2008, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia
mencapai 80,86%. Masih ada pertolongan persalinan yang di lakukan dukun bayi
dengan menggunakan cara- cara tradisional. Fakor lain adalah kurangnya
pegetahuan dan perilaku masyarakat yang tidak mengenali tanda bahaya sehingga
terlambat membawa ibu, bayi, dan anak balita ke fasilitas kesehatan. Kematian
bayi pada penduduk tidak berpendidikan tiga kali lipat lebih besar di
bandingkan dengan yang berpedidikan tinggi (Kompas,
03-01-2010).
Berdasarkan
uraian di atas, peneliti merasa perlu mengetahui tentang gambaran pengetahuan
ibu post partum tentang tanda bahaya pada neonatal agar bisa mengetahui secara
dini dan bisa mengambil tindakan selanjutnya.
1.2
Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran pengetahuan ibu nifas
tentang tanda bahaya neonatal di RSAB Muslimat Jombang?
1.3
Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran pengetahuan ibu
nifas tentang tanda bahaya neonatal di RSAB Muslimat Jombang.
1.4
Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini di harapkan dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait antara lain :
1.4.1
Bagi Peneliti
Diharapkanan dapat menambah pemahaman
wawasan penelitian dan mengetahui Mengetahui gambaran pengetahuan ibu nifas
tentang tanda bahaya neonatal di RSAB Muslimat Jombang.
1.4.2
Bagi Institusi
Pendidikan
Dapat
digunakan sebagai informasi dan masukan bagi pendidikan sebagai informasi
penelitian berikutnya.
1.4.3
Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan ibu nifas tentang
tanda bahaya neonatal khususnya di RSAB Muslimat Jombang.
1.4.4
Bagi Dunia Kebidanan
atau Profesi
Hasil penelitian ini digunakan sebagai
data dasar untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pengetahuan ibu
nifas tentang tanda bahaya di RSAB Muslimat Jombang.
1.5
Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, mamfaat penelitian, sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan pustaka
Konsep
pengetahuan, konsep nifas,
konsep neonatal, konsep tanda bahaya neonatal.
BAB III : Metode penelitian
Desain
penelitian, populasi, sampel dan sampling (sapling desain), kriteria sampel,
identifikasi variabel, definisi operasional, lokasi dan waktu penelitian,
pengumpulan data, alat ukur yang digunakan, etika penulisan, keterbatasan.
Bab IV : Hasil
Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian, Pembahasan mengenai KTI
Bab V : Penutup
Kesimpulan dan Saran
DAFTAR ISI
LAMPIRAN
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Dasar Pengetahuan
2.1.1
Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek
tertentu. Pengideraan ini melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo,2007:139).
Pengetahuan (knowledge) adalah
hasil tahu dari manusia. Yang sekedar menjawab pertanyaan “what”,
misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya (Notoatmojo, 2005:3).
2.1.2
Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo
(2007:144) adalah sebagai berikut :
1.
Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu
materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Tahu adalah tingkat pengetahuan paling
rendah.
2.
Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui,dan dapat
menginterpretasikan materi tesebut secara benar.
3.
Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menggunakan materi atau obyek kedalam komponen-komponen tetapi
masih dalam satu stuktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama
lain.
4.
Analisis (Analysis)
Analisis
diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau
suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu stuktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5.
Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu
kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru.
6.
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan
untuk meletakkan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau penilaian-penilaian.itu
berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang ada.
2.1.3
Faktor – faktor yang
Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor
yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu :
1.
Faktor Internal
a.
Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan,
pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian
khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu
pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan.
b.
Minat
Suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai
sesuatu, minat merupakan kekuatan dari dalam diri sendiri untuk menambah
pengetahuan.
c.
Intelegensi
Pengetahuan yang dipengaruhi
Intelegensia adalah pengetahuan intelegen dimana seseorang dapat bertindak
secara tepat, cepat dan mudah dalam mengambil keputusan. Seseorang yang
mempunyai intelegensia yang rendah akan bertingkah laku lambat dalam
pengambilan keputusan.
(Azwar.
S, 2007:30-33).
2.
Faktor eksternal
a.
Media massa
Dengan majunya teknologi akan tersedia
pula bermacam–macam media massa yang dapat pula mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang inovasi baru.
b.
Pengalaman
Pengalaman dari diri sendiri maupun
orang lain yang meninggalkan kesan paling dalam akan menambah pengetahuan
seseorang.
c.
Sosial Budaya
Sosial Budaya adalah hal–hal yang
komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat–istiadat,
kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan berevolusi di muka bumi ini sehingga hasil
karya, karsa dan cipta dari masyarakat. Masyarakat kurang menyadari bahwa
kurang mengetahui beberapa tradisi dan sosial budaya yang bertantangan dari
segi kesehatan yang dimana hal ini tentunya berkaitan atau tidak terlepas dari
suatu pendidikan.
d.
Lingkungan
Lingkungan dimana kita dan dibesarkan
mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan seseorang.
e.
Penyuluhan
Meningkatkan pengetahuan masyarakat juga
dapat melalui metode penyuluhan. Dengan pengetahuan bertambah seseorang akan
merubah perilakunya.
f.
Informasi
Informasi merupakan pemberitahuan secara
kognitif baru bagi penambahan pengetahuan. Pemberian informasi adalah untuk
menggugah kesadaran ibu hamil terhadap suatu motivasi yang berpengaruh terhadap
pengetahuan.
(Azwar.
S, 2007:30-33).
2.1.4
Kriteria Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
diukur dari subyek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin
diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas.
Sedangkan kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat dilakukan
dengan kriteria, yaitu:
1.
Tingkat pengetahuan
baik jika jawaban responden dari kuesioner yang benar 76 – 100 %
2.
Tingkat pengetahuan
cukup jika jawaban responden dari kuesioner yang benar 56 – 75 %
3.
Tingkat pengetahuan
cukup jika jawaban responden dari kuesioner yang benar < 56 %.
(Azwar.S,
2007:30-33).
2.2 Konsep
Nifas
2.2.1
Pengertian Nifas
Masa peurperium atau masa nifas mulai
setelah partus selesai, dan berakhir kira- kira setelah 6 minggu (Sarwono
Prawirohardjo, 2006:237).
Periode pasca partum ialah masa enam
minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali kedalam keadaan normal
sebelum hamil (Bobak, 2006:492).
Periode pasca partum adalah masa dari
kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intra partum)
hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil (Varney,
2008:958).
2.2.2
Perubahan Fisiologis
dan Anatomis Peurperium
Meskipun istilah involusi telah di
gunakan untuk menunjukkan perubahan retrogesif yang terjadi di semua organ dan
struktur saluran
reproduksi. Definisi involusi peurperium di batasi pada uterus dan apa yang
terjadi pada organ dan tubuh lain hanya di anggap sebagai perubahan peurperium.
a)
Uterus
Involusi uterus meliputi reorganisasi
dan pengeluaran desidua/ endometrium dan
eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang di tandai dengan penurunan ukuran
dan serta berat perubahan lokasi uterus juga di tandai dengan warna dan jumlah
lokia. Uterus, segera setelah pelahiran bayi, plasenta dan selaput janin,
beratnya sekitar 1000 g. Berat uterus
menurun sekitar 500g pada akhir minggu pertama pasca partum dan kembali pada
berat yang biasanya pada saat tidak hamil, yaitu 70g pada minggu kedelapan.
b)
Lokia
Lokia adalah istilah untuk sekret dari
uterus yang keluar melalui vagina selama peurperium. Karena perubahan warnanya,
nama deskriptif lokia berubah: lokia rubra, serosa, atau alba. Lokia rubra
berwarna merah karena mengandung darah.
Ini adalah lokia pertama yang mulai keluar segera setelah pelahiran dan
terus berlanjut selama dua hingga tiga hari pertama pasca partum. Lokia serosa
mulai terjadi sebagai bentuk yang lebih pucat dari lokia rubra, serosa, dan
merah muda. Lokia ini berhenti sekitar tujuh hingga delapan hari. Lokia serosa
terutama mengandung cairan serosa, jaringan desidua, leukosit, dan eritrosit.
Lokia alba mulai terjadi sekitar hari kesepuluh pasca partum dan hilang sekitar
periode dua hingga empat minggu.
c)
Vagina dan peurperium
Segera setelah pelahiran, vagina tetap
terbuka lebar, mungkin mengalami bebrapa derajat edema dan memar pada celah
introitus. Sekarang vagina berdinding lunak, lebih besar dari biasanya, dan
umumnya longgar. Ukurannya menurun dengan
kembalinya rugae vagina sekitar minggu ketiga pasca partum. Latihan
pengencangan otot perinium akan mengembalikan tonusnya dan memungkinkan wanita
secara perlahan mengencangkan vaginanya.
d)
Payudara
Laktasi di mulai pada semua wanita
dengan perubahan hormon saat melahirkan. Wanita yang menyusui berespons
terhadap menstimulus bayi yang di susui akan terus melepaskan hormon dan
stimulasi alveoli yang memproduksi susu.
(Varney,
2008 : 958-960).
2.3 Konsep
Neonatal
2.3.1
Pengertian Neonatal
Neonatus adalah jabang bayi, bayi baru lahir hingga berumur empat minggu (Kamus
kedokteran, 2008:176).
Periode neonatal yang berlangsung sejak
bayi baru lahir sampai usia 28 hari, merupakan waktu berlangsungnya perubahan
fisik pada bayi baru lahir (Bobak, 2005 : 362-363).
2.3.2
Karakteristitik Umum
1.
Penampilan
Bayi aterm normal memiliki berat
badan sekitar 3,5 kg, panjang badan 50 cm. Sebagian besar bayi montok dan
memiliki perut yng menonjol. Bayi cenderung berbaring dengan sikap fleksi,
dengan jari tangan jika
diregangkan mencapai tinggi paha.
Verniks kaseosa merupakan zat
pewarna putih yang lengket, yang ada di kulit bayi semenjak lahir. Fungsi
verniks adalah
sebagai perlindungan ketika di dalam kandungan dan setelah lahir, mengering,
lalu menghilang beberapa jam setelah persalinan (mylez, 2009:709).
2.
Kulit
Kulit merupakan organ tubuh yang
terbesar yang dimiliki peran penting dalam pengaturan suhu, dan berfungsi
sebagai perlindungan terhadap infeksi. Kulit bayi baru lahir yang lahir yang
normal tipis, halus, dan mudah sekali mengalami trauma akibat gesekan, tekanan.
Kantung tali pusat memisah melalui
proses gangren kering, yang
biasanya terjadi 10 hari pertama kehidupan.
Rambut halus, disebut lanugo, menutupi
kulit dan banyak terdapat di bahu lengan atas. Milia, dapat tampak pada
daerah hidung dan kedua pipi (Mylez, 209:709).
2.3.3
Fisiologi
1.
Sistem Pernapasan
Bayi normal memiliki frkuensi pernapasan
30-60 kali permenit, pernapasan diafragma, dada, dan perut naik dan turun
secara bersamaan.
2.
Sistem kardiovaskuler dan
Darah
Frekuensi jantung bayi cepat sekitar
120-160 kali permenit, serta berfluktuasi selaras dengan fungsi pernapasan
bayi, aktivitas, atau dalam kondisi tidur atau istirahat. Tekanan darah
berfluktuasi sesuai dengan aktivitas, berkisar antara 50-55/25-30 mmHg hingga
80/50 mmHg 10 hari pertama kelahiran. Volume sirkulasi total darah pada saat
bayi lahir sebanyak 80ml/kg BB (13-20 gr/dl), sekitar 50-59% hemoglobin janin.
3.
Pengaturan Suhu
Pengaturan suhu pada neonatus masih
belum baik selama beberapa saat. Suhu inti normal bayi sekitar 36-37 derajat
celcius. Bayi aterm, memakai baju dan sehat dapat mempertahankan suhu tubuh
dengan baik sehingga dapat memelihara suhu lingkungan antara 18-21 derajat
celcius, pemenuhan kebutuhan nutrisi cukup, dan pergerakan tidak terbatas
karena pembendongan yang terlalu kencang.
4.
Sistem Ginjal
Urine pertama dikeluarkan sejak, atau
dalam 24 jam pertama dan setelahnya dengan frekuensi yang semakin sering meningkatya asupan cairan. Urine encer,
berwarna kuning, dan tidak berbau.
5.
Sistem Pencernaan
Saluran
pencernaan bayi baru lahir secara struktur telah lengkap meskipun fungsinya
belum sempurna jika dibandingkan saluran pencernaan orang dewasa. Membran
mukosa mulut lembab dan berwarna merah muda. Gigi tertahan dalam gusi. Bantalan
menghisap pipi memberikan tampilan wajah montok. Refleks menghisap dan menelan
terkoordinasi.
Lambung memiliki kapasitas kecil (15-30
ml), yang meningkat cepat pada beberapa minggu pertama kehidupan. Waktu
pengosongan lambung normalnya 2-3 jam.
Bising
usus terdengar 1 jam setelah kelahiran. Mekonium,
yang telah ada di usus besar sejak usia 16 minggu kehamilan, dikeluarkan dalam
24 jam pertama kehidupan dan dikeluarkan seluruhnya dalam 48-2 jam. Feses
pertama ini berwarna hijau kehitaman, lengket serta mengandung empedu, asam
lemak dansel epitel. Sejak hari ke-3 hingga ke-5 kelahiran, feses mengalami
tahap transisi da menjadi kuning kecoklatan.
6.
Adaptasi Imunologis
Neonatus memperlihatkan kerentanan nyata
terhadap infeksi, terutama yang masuk mulai mukosa sistem pernapasan dan
pencernaan. Bayi memiliki imunoglobulin
pada saat lahir. Ada 3 imunoglobulin utama, IgG, IgA, dan IgM, dan dari
ketiga imunoglobulin tersebut, hanya IgG yang cukup menembus sawar plsenta. Pada
saat lahir, kadar IgG sama atau sedikit lebih
tinggi dari ibu. Ini memberikan kekebalan pasif pada beberapa bulan pertama.
7.
Sistem Reproduksi
Pada anak laki-laki, testis turun ke
skrotum, yang memiliki banyak rugae; dan meatus uretra bermuara diujung penis
dan preposium melekat ke kelenjar. Pada anak perempuan lahir aterm, labia
mayora normalnya menutupi labia minora; himen klitoris dapat tampak sangat
besar.
8.
Sistem Otot dan Rangka
Otot berbentuk sempurna, pertumbuhan berikutnya
terjadi melalui hipertrofi dari pada
hiperplasia. Tulang panjang belum mengalami osifikasi secara sempurna untuk memfasilitasi
pertumbuhan di epifisis. Ubun-ubun belakang menutup pada minggu ke 6–8,
ubun-ubun besar tetap terbuka sampai bulan ke 18.
(Mylez, 2009:710).
2.3.4
Psikologi dan Persepsi
1.
Indra Khusus
a.
Penglihatan
Bayi peka terhadap warna terang, yang
menyebabkan mereka mengerutkan dahi atau berkedip. Bayi menunjukkan
kecenderungan terhadap pola hitam dan putih terang, serta bentuk wajah manusia,
yang memfokuskan pada jarak sekitar 15-20 cm. Hal itu memberikan bayi kemampuan
untuk melakukan kontak mata dengan ibu mereka selama disusui sehingga
meningkatkan proses ikatan, mereka dapat melacak objek bergerak dengan cepat
dalam 5 hari pertama, dan hingga usia 2 minggu dapat membedakan wajah ibu
mereka dari orang asing.
b.
Pendengaran
Ketika mendengar suara tinggi, mereka
terlebih dahulu mengedip mata atau terkejut dan bergerak tidak beraturan, dan
dapat ditenangkan dengan menggunakan suara yang halus, mereka lebih menyukai
suara manusia dibanding suara lain, dan dalam beberapa minggu, pola bicara
orang dewasa direspon dengan gerakan reduktif
c.
Penciuman dan Perasa
Bayi lebih menyukai bau susu dibanding
bau lainnya dan lebih menyukai Asi. Dalam beberapa hari bayi dapat membedakan
air susu ibunya dengan susu wanita lain. Mereka lebih menyukai bayu payudara
yang belum di bersihkan dibanding yang sudah dibersihkan. Mereka akan berpaling
dari bau yang tidak sedap dan lebih menyukai rasa manis yang ditunjukkan dengan
menghisap terus menerus dan kuat, dan respon menyeringai terhadap rasa pahit,
asin atau asam
d.
Sentuhan
Bayi sangat peka terhadap sentuhan,
menikmati kontak kulit ke kulit, berendam di air, gerakkan pengayuh, dibuai,
dan diayun. Refleks menggenggam mempererat hubungan dengan ibu. Tanda bayi
merasa nyeri adalah mengenyitkan dahi, mengatupkan kelopak mata, dan membuka
mulut untuk menangis
e.
Tidur dan Bangun
Semenjak aktivitas pernapasan pada saat
lahir, bayi tetap terjaga dan reaktif terhadap rangsangan untuk jangka waktu
sekitar satu jam lalu relaks dan tertidur. Lama tidur pertama bervariasi dari
beberapa menit hingga beberapa jam, dan diikuti dengan periode kedua
reaktifitas. Pada awalnya, periode terbangun berhubungan dengan rasa lapar,
tetapi setelah beberapa minggu, periode terbangun berlangsung lebih lama
memenuhi kebutuhan terhadap interaksi sosial.
f.
Menangis
Tangis bayi yang beda-beda menandakan
perbedaan kebutuhan, dan merupakan cara mengkomunikasikan ketidak nyamanan dan
permintaan batuan.
2.
Tumbuh kembang
Karena keterbatasan fisiknya, bayi
bergantung pada ibunya untuk dapat bertahan hidup, tumbuh dan kembang
selanjutnya. Kali ini berlangsung optimal jika bayi memiliki fisik dan kondisi
nerologi yang normal, berada dalam lingkungan nyang aman, kebutuhan nutrisi
terpenuhi, serta pertumbuhan psikologis ditingkatkan melalui stimulasi dan
kasih sayang yang tepat.
(Mylez,
2009:712).
2.3.5
Penanganan Bayi Baru Lahir
2.3.5.1
Membersihkan jalan
nafas
Bayi normal akan segera menangis spontan
segera setelah lahir, apalagi bayi tidak langsung menangis, penolong segera
membersihkan jalan nafas dengan cara sebagai berikut:
1.
Letakkan bayi pada
posisi terlentang ditempat yang keras dan hangat
2.
Gulung sepotong kain
dan letakkan dibawah bahu sehingga leher bayi lurus dan kepala tidak menekuk.
Posisi kepala di atas lurus sedikit tengadah kebelakang
3.
Bersihkan hidung,
rongga mulut bayi dengan jari tangan yang dibungkus kasa steril
4.
Tepuk kedua telapak
kaki bayi sebanyak 2-3kali atau gosok kulit bayi dengan kain kering dan kasar.
Dengan rangsangan ini biasanya bayi segera menangis
2.3.5.2
Memotong dan merawat
tali pusat
Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah
plasenta lahir tidak begitu menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi,
kecuali pada bayi kurang bulan, apabila bayi tidak menangis, maka tali pusat
segera dipotong untuk memudahkan melakukan tindakan resusitasi pada bayi, tali
pusat dipotong sem dari dinding perut bayi dengan gunting steril dan diikut
dengan pengikat steril. Apabila masih terjadi pendarahan dapat dibuat ikatan
baru. Luka tali pusat dibersihkan dan dirawat dengan alkohol 70% atau povidon
iodin 10% sera dibalut kasa steril. Pembalut tersebut diganti setiap hari atau
setiap tali basah/kotor.
2.3.5.3
Mempertahankan suhu
tubuh bayi
Pada waktu baru lahir, bayi belum
mengatur tetap suhu badannya, dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk
membuatnya tetap hangat. Bayi baru lahir harus dibungkus hangat , suhu tubuh
bayi merupakan tolak ukur kebutuhan akan tempat tidur yang hangat sampai suhu
tubuhnya sudah stabil.
2.3.5.4
Memberi Vit K dan obat
tetes / salep mata
Kejadian pendarahan karena defesiensi
vitamin K pada bayi baru lahir dilaporkan cukup tinggi, berkisar 0,25-0,5%
untuk mencegah terjadinya pendarahan tersebut, semua bayi baru lahir normal dan
cukup bulan perlu diberikan vitamin K peroral 1mg/hari selam 3 hari, sedangkan
bayi resiko tinggi vitamin K parenteral dengan dosis 0,5-1 kg 1m
Di daerah dimana prevelensi gonorea
tinggi, setiap bayi baru lahir perlu diberi salep mata sesudah 5 jam bayi
lahir. Pemberian obat mata eritrosin 0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan untuk
pencegahan penyakit mata karena klamidia penyakit manual seksual.
(Sarworo Prawirohardjo, 2006:133)
2.4
Perawatan Bayi Sehari-hari
2.4.1
Mata
Mata
bayi harus selalu diperiksa untuk melihat tanda- tanda infeksi. Mata dapat
dibersihkan dengan air steril. Muka sebaiknya diseka dengan air steril.
2.4.2
Mulut
Mulut diperiksa untuk
melihat kemungkinan infeksi kandida. Bila demikian, hendaknya segara diobati dengan larutan gentian
violet 1% atau larutan nystatin yang bisa langsung diteteskan ke mulut bayi. Dengan demikian bayi dapat dihindarkan
dari infeksi yang lebih berat berupa diare, dan infeksi kulit.
2.4.3
Kulit
Kulit,
terutama di lipatan-lipatan (paha, leher, belakang telinga, ketiak), harus
selalu dan kering.
2.4.4
Tali Pusat
Pada
ummnya tali pusat akan puput pada waktu bayi berumur 6-7 hari. Bila tali pusat belum puput maka setiap sesudah mandi harus
dibersihkan dan dikeringkan.
2.4.5
Kain Popok
Kain popok harus segera diganti setiap kali basah karena air
kencing tinja. Pantat bayi dibersihkan dengan kain bersih kemudian dikeringkan.
(Sarwono,
2006:257).
2.5
Konsep Tanda Bahaya
Neonatal
Tanda-tanda
bahaya yang harus diwaspadai bayi baru lahir,
1.
Pernapasan : sulit atau lebih dari 60 kali per menit.
2.
Kehangatan : terlalu panas (> 38oC atau
terlalu dingin < 36oC).
3.
Warna kulit : kuning (terutama pada 24 jam pertama), biru
atau pucat, memar.
4.
Pemberian makanan : hisapan
lemah, mengantuk berlebihan, banyak muntah.
5.
Tali pusat : merah,
bengkak, keluar ciran, bau busuk, berdarah.
6.
Infeksi : suhu meningkat, merah bengkak, keluar cairan
(nanah), bau busuk, pernafasan sulit.
7.
Tinja/kemih : tidak
berkemih dalam 24 jam, tinja lembek, sering, hijau tua, ada lender atau darah
pada tinja.
8.
Aktivitas : menggigil,
atau tangis tidak biasa, sangat mudah tersinggung, lemas, terlalu mengantuk,
lungkai, kejang, kejang halus, tidak bias tenang, menangis terus-menerus
(Sarwono, 2002 : 11-36).
2.5.1
Pernapasan Sulit Atau
Lebih Dari 6 Kali Permenit
Frekuensi pernapasan harus berada
diantara 40 dan 60 kali permenit, tetapi
akan bervariasi sesuai tingkat aktifitas. Bayi baru lahir terutama menggunakan
pernapasan hidung sehingga adanya obstruksi di lubang hidung dapat menyebabkan
gawat napas dan sianosis. Jika frekuensi pernapasan bayi saat istirahat diatas
60 x/menit, keadaan ini digambarkan sebagai trakipnea.
Apnea adalah beehentinya pernapasan selama 20 detik atau lebih. Apnea di
hubungkan dengan pucat, bradikardia, sianosis, desaturasi oksigen, atau
perubahan tingkat kesadaran (Mylez, 2009 : 780).
2.5.2
Suhu tubuh > 380C
atau < 360C
Demam adalah naiknya suhu tubuh dari
suhu normal yaitu 36-37,5. Anak demam sebenarnya merupakan antisipasi tubuh
anak terhadap benda asing (virus dan bakteri) yang masuk kedalam tubuh bayi.
Jika suhu tubuh si kecil secara mendadak meningkat menjadi 380C atau
lebih meningkat terus dalam beberapa jam dari kekhawatiran infeksi yang terjadi
tergolong berat dan tubuh tidak dapat mengatasinya tanpa bantuan obat-obatan
(Mia Siti Aminah, 2009:102).
Suhu tubuh rendah (hipotermia) dapat
disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin (suhu lingkungan
rendah, permukaan yang dingin, atau basah) atau bayi dalam keadaan basah atau
tidak berpakaian yaitu suhu aksiler kurang dari 36,50C (Depkes RI,
2003:37).
2.5.3
Ikterus
Ikterus adalah warna kuning pada kulit,
konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan biliburin. Ikterus fsiologik ialah ikterus yang timbul pada
hari kedua dan hari ketiga yang tidak mempunyai dasar patologik. Ini biasanya
menghilang pada akhir minggu pertama. Ada beberapa
keadaan ikterus yang cenderung menjadi patalogik :
1.
Kadar ikterus yang
terjadi pada 24 jam pertama setelah
lahir.
2.
Peningkatan kadar
bilirubin serum sebanyak 5 mg / lebih setiap 24 jam
3.
Ikterus yang disertai :
a.
Berat badan lahir <
2000 gr
b.
Masa gestasi < 36
minggu
c.
Asfiksia, hipoksia,
sindrom gawat napas pada
neonatus
d.
Infeksi
4.
Ikterus klinis yang
menetap setelah bayi berusia > 8 hari (pada NCB) atau 14 hari (pada NKB)
(Arief Masjour, 2000:503).
2.5.4
Muntah
Mengeluarkan atau regiurgitasi susu yang
telah diminum dalam jumlah kecil, merupakan hal yang biasa pada bayi ; biasanya
bersifat sementara dan tidak menganggu pertumbuhan.
Masalah :
1.
Bayi muntah dengan
karakteristik sebagai berikut :
a.
Nyemprot ;
b.
Tanpa memandang cara
pemberian minum ;
c.
Setiap kali habis minum
semua ASI atau minuman dimuntahkan;
d.
Muntahan berwarna hijau
atau bercampur darah;
2.
Distensi abdomen (Depkes RI, 2003 : 57).
2.5.5
Infeksi Tali Pusat
Tali pusat biasanya puput 1 minggu setelah lahir dan luka sembuh dalam
15 hari. Sebelum luka sembuh merupakan jalan masuk untuk infeksi, yang dapat
dengan cepat menyebabkan
sepsis. Pengenalan dan pengobatan secara
dini infeksi tali pusat sangat penting untuk mencegah sepsis. Masalah tali
pusat merah dan bengkak, mengeluarkan nanah, atau berbau busuk (terinfeksi)
(Depkes RI, 2003 : 88).
2.5.6
Infeksi / Sepsis
Infeksi pada bayi baru lahir lebh sering
ditemukan pada BBLR. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasa
dari orang lain, dalam hal ini bayi tidak mempunyai imunitas. Infeksi pada bayi
baru lahr cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum. Beberapa gejala perubahan
tingkah laku bayi baru lahir tersebut diantaranya adalah malas minum, gelisah
atau mungkin tampak letargis, frekuensi pernapasan meningkat, berat badan
tiba-tiba turun, muntah dan diare. Selain itu dapat terjadi oedema, sklerema,
tubuh dapar meninggi, normal atau dapat pula kurang dari normal (Sarwono, 2006
: 386).
2.5.7
Tinja / Kemih
Urine pertama keluar sejak, atau dalam
24 jam pertama. Urine encer, berwarna kuning, dan tidak berbau (Mylez, 2009 :
710).
Kira-kira 6 % bayi sehat tidak defekasi
dalam 24 jam setelah kelahiran. Kegagalan untuk mengeluarkan feses pada 40 jam
biasanya menandakan obstruksi usus. Feses sedikit seperti dempul dapat
menandakan stenosis usus. Feses hijau dapat menandakan infeksi atau
gastroenteritis (Doengoes, 2001 : 586).
2.5.8
Kejang
Kejang bayi baru lahir sering tidak
dikenali karena bentuknya berbeda dengan kejang pada anak atau orang dewasa.
Hal ini disebabkan ketidakmatangan organisasi konteks pada BBL. Manifestasi
kejang pada BBL dapat berupa remor, hiperaktif, kejang-kejang, tiba-tiba
menangis melengking, tanus otot hilang disertai atau tidak dengan hilangnya
kesadaran tidak menentu, nistagmus atau mata mengedip-ngedip, gerakan seperti
mengunyah dan menelan bahkan apnu. Dalam prinsip, setiap gerakan yang tidak
biasa pada bayi baru lahir apabila belangsung berulang-ulang dan periodik,
harus diperkirakan kemungkinan merupakan manifestasi kejang (Sarwono, 2006 :
391).
2.6
Penatalaksanaan Bahaya
Neonatal
2.6.1
Penatalaksanan Akfiksi
Pada neonatus dengan akfiksia,
resusitasi diberikan secepat mungkin tanpa menunggu perhitungan skor apgar. Langkah resusitasi
meliputi ABC :A,
pertahankan jalan napas bebas,
B, bangkitkan nafas spontan dengan
stimulasi taktil,
C, pertahankan sirkulasi darah jika perlu kompresi
dada dan obat-obatan (Arief Masjour, 2000 : 502).
2.6.2
Penatalaksanaan Demam
dan Hipotermi
a.
Jika suhu diatas 38oC
yang dapat dilakukan ibu :
1.
Pakaikan baju yang
tipis, nyaman, dan dapat menyerap keringat
2.
Berikan Asi dan air
putih lebih sering untuk mencegah dehidrasi
3.
Jika sikecil nampak mulai
tidak nyaman berikan kompres hangat yang dapat menurunkan suhu tubuh dalam
waktu 30-45 menit.
4.
Dekap si kecil atau
gunakan metode gendong kanguru.
5.
Jika suhu diatas 38oC,
berikan obat penurun panas dalam bentuk drops.
6.
Ukur suhu bila perlu
setiap 3 jam sekali (Mia Siti Aminah, 2009 : 102).
b.
Jika suhu aksiler 35oC
atau lebih
1.
Pastikan bayi dijaga
tetap hangat, bungkus bayi dengan kain lunak, kering, selimuti dan pakai topi
untuk menghindari kehilangan panas.
2.
Dorong ibu untuk segera
menyusui, setelah bayi siap.
3.
Pantau suhu aksiler
setiap jam sampai normal.
4.
Bayi dapat diletakkan
dalam incubator (Depkes RI, 2003 : M-123).
2.6.3
Penanganan Ikterus
1. Stimulasi sistem konjugasi
bilirubin dengan mempergunakan fenobarbital.
2. Menambahkan bahan yang
kurang dalam proses bilirubin.
3. Mengurangi enterohepatik
dengan pemberian makanan ora dini.
4. Memberikan terapi sinar.
5. Mengeluarkan bilirubin
secara mekanik melalui tranfusi tukar (Arief Masjour, 2000:504).
2.6.4
Penanganan Muntah
1.
Pasang jalur intrafena
beri cairan dosis rumatan
2.
Jangan berikan apapun
melalui mulut 12 jam
3.
Jika bayi tidak
memiliki tanda lain kecuali muntah setelah periode 12 jam : - pasang pipa
lambung dan beri asi peras selama 24 jam;
4.
Jika minuman belum
diberikan, mulai lagi menyusui atau berikan Asi peras dengan salah satu alternatif
cara pemberian minum.
5.
Lepaskan pipa lambung
setelah 2 kali pemberian tidak ada masalah.
6.
Jika muntah berlanjut
atau terdapat tanda lain (bercampur darah, muntah kuat, distensi abdominal),
coba lagi untuk menentukan penyebab muntah (Depkes RI, 2003 : 58).
2.6.5
Penanganan Infeksi Tali
Pusat
1.
Bersikan tali pusat
menggunakan larutan anti septic dengan kain kasa yang bersih.
2.
Olesi tali pusat dan
daerah sekitarnya dengan larutan anti septic 8 kali sehari sampai tidak ada
nanah lagi pada tali pusat.
3.
Jika kemerahan atau
bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm, obati seperti sebagai
infeksi tali pusat berat atau meluas (Depkes RI, 2003 : 88).
2.6.6
Penanganan Infeksi
1.
Pertahankan tubuh bayi
tetap hangat.
2.
Asi tetap diberikan
atau diberi air gula.
3.
Diberi injeksi
antibiotika berspektrum luas
4.
Perawatan sumber
infeksi (Sarwono, 2006 : 383).
2.6.7
BAB dan BAK
Sebenarnya, bayi dikandungan sudah makan
dan ususnya sudah bias membentuk yang namanya kotoran. Itu sebab, umumya bayi
baru lahir dalam 24 jam sudah BAB dan BAK. Jika dlam 48 jam tidak BAB/BAK,
berarti ada yang tidak beres. Kalau tidak BAB, biasa karena jalannya buntu
atau ada kotoran yang berbentuk dikandungan begitu keras. Untuk
mengeluarkannya, kotoran ini harus distimulasi (Mia Siti Aminah, 2009 : 126).
2.6.8
Penanganan Kejang
Prinsip dasar tindakan mengatasi kejang
pada bayi baru lahir sebagai berikut :
1.
Mengatasi kejang dengan
memberikan obat anti kejang (misalnya diazepam, fenobarbital, fenitoin/
dilantin).
2.
Menjaga jalan napas
tetap bebas.
3.
Mencari faktor kejang.
(perhatikan riwayat kehamilan, persalinan dan kelahiran, kelainan fisik yang
ditemukan, bentuk kejang, dan hasil laboratorium)
4.
Mengobati penyebab
kejang. (mengobati hipogiklemia, hipokalsemia, dll) (Sarwono Prawirohardjo, 2006:393).
2.7
Kerangka
Konsep
Kerangka konsep adalah abstraksi dari
suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang
menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang
tidak diteliti) (Nursalam, 2008 : 55).
|
Keterangan
:
: Diteliti
: Tidak diteliti
Bagan Kerangka konsep gambaran pengetahuan ibu nifas tentang tanda bahaya
pada neonatal di RSAB Muslimat Jombang. Pengetahuan ibu dipengaruhi oleh baberapa faktor yang meliputi
pendidikan, minat, pengalaman, kebudayaan, informasi, dan usia. Ibu dapat mengatasi
masalahnya dengan baik jika tingkat pengetahuan ibu tinggi.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode
penelitian adalah sebagai suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan atau pemecahan suatu masalah, pada dasarnya menggunakan metode
ilmiah (Notoatmodjo, 2005 : 19).
3.1 Desain Penelitian
Desain
penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian, yang memungkinkan
pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa mempengaruhi akurasi suatu hasil
(Nursalam, 2003 : 79).
Desain penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan
tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan
secara obyektif .
3.2 Populasi, Sampel, Sampling
3.2.1
Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang
diteliti tersebut, variable tersebut berupa orang, kejadian, perilaku, sesuatu
lain yang akan dilakukan penelitian (Notoatmojo, 2005 :79).
Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh ibu
nifas di RSAB Muslimat Jombang pada bulan Februari sebanyak 155 orang.
3.2.2
Sampel
Sampel adalah
sebagian yang diambil dari keseluruahan obyek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2005: 79).
Pada penelitian ini sampelnya adalah sebagian ibu
nifas di RSAB Muslimat Jombang sebanyak 31 orang.
Menurut (Arikunto, 2006) apabila populasi >
100 orang maka sampel dapat diambil
10 – 15 % atau 20 – 25%. Peneliti ini
mengambil sampel 20% dari jumlah populasi sebanyak 155 orang yang ada.
Pada penelitian ini besar sampel yang digunakan
dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
: Besar sampel yang
dikehendaki
: Besar Populasi
Diketahui :
= 155
Ditanya = ….?
Jawab :
Jadi, sampel yang digunakan dalam penelitian ini
berjumlah 31 responden.
3.2.3
Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari
populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2008 : 93).
Metode sampling yang digunakan dalam penelitian
ini adalah non probability sampling dengan jenis quota sampling. Yaitu menentukan sampel
dari populasi yang mempunyai ciri- ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang
diinginkan.
3.3 Kriteria Sampel
Penentuan
kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bias hasil penelitian, khususnya jika terdapat variabel-variabel
kontrol ternyata mempunyai pengaruh terhadap variabel yang diteliti. (Nursalam, 2008 : 92).
Kriteria dalam penelitian ini adalah:
1.
Ibu post partum yang mempunyai bayi usia 0-28 hari
2.
Ibu post partum yang bersedia menjadi responden.
3.
Ibu yang bisa membaca dan menulis.
4.
Berada di RSAB Muslimat Jombang.
3.4 Identifikasi Variabel
Variabel
adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki
atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian
tertentu, misalnya : umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan,
pengetahuan, pendapatan, penyakit, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003 : 70).
Variabel
dalam penelitian ini adalah gambaran pengetahuan ibu nifas tentang tanda bahaya
neonatal.
3.5 Definisi Operasional
Definisi
operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu
yang didefinisikan tersebut (Notoatmodjo, 2008 : 101).
Tabel 3.1 Definisi
Operasional Variabel
Variabel
|
Definisi opersional
|
Alat ukur
|
Skala
|
Kriteria
|
Gambaran pengetahuan
ibu nifas tentang tanda bahaya
neonatal
|
Segala sesuatu
yang diketahui
ibu yang
melahirkan
tentang bayi baru lahir dan tanda
bahaya pada
bayi baru lahir.
|
Kuesioner
|
Ordinal
|
Dengan kriteria:
Baik(76-100%)
Cukup(56-75%)
Kurang(<55 o:p="">55>
|
3.6 Lokasi Dan Waktu Penelitian
3.6.1
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSAB Muslimat Jombang.
3.6.2
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret–Mei 2010.
3.7 Pengumpulan Data Dan Analisa Data
3.7.1
Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada
subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2008 : 111).
Didalam pengumpulan menggunakan data primer yaitu
data diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner yang dibagikan kepada ibu
nifas yang ada di RSAB Muslimat Jombang yang memenuhi kriteria dan telah
menyetujui menjadi responden dimana kuesioner diisi sendiri oleh responden yang
sebelumnya dijelaskan tentang cara pengisiannya oleh peneliti.
3.7.2
Analisa Data
Analisa data merupakan kegiatan setelah data dari
seluruh responden atau sumber data lain terkumpul.
Analisa deskriptif adalah suatu prosedur
pengolahan data dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah
dalam bentuk tabel atau grafik (Nursalam, 2008 : 120).
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dihitung
dengan menggunakan tabel distribusi frekwensi dalam bentuk pengetahuan dengan
menggunakan rumus :
Keterangan :
P =
Prosentase
F = Jumlah
jawaban yang benar
N = Jumlah
seluruh pertanyaan
Setelah diketahui prosentasenya maka hasil
penelitian akan menggambarkan pengetahuan ibu :
Baik :
76-100%
Cukup :
56-75%
Kurang :
<56 o:p="">56>
(Nursalam, 2008 : 120).
3.8 Tingkat Pengolahan Data
3.8.1
Pemeriksaan Data (Editing)
Editing adalah pemeriksaan data yang telah
dikumpulkan baik berupa daftar pertanyaan, kartu atau buku register kemudian
memeriksa data, menjumlah, dan melakukan koreksi. Dari data yang didapatkan
diklasifikasikan dengan kriteria baik, cukup, dan kurang.
3.8.2
Pemberian Kode
(Coding)
Untuk memudahkan pengolahan, sebaiknya semua
variabel diberi kode terutama data klasifikasi. Pemberian kode dapat dilakukan
sebelum atau sesudah pengumpulan data dilaksanakan. Misal responden satu diberi
kode R1 dan responden ke-dua diberi kode R2, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah dalam tabulasi dan analisa data.
3.8.3
Pemberian Skor (Skoring)
Skoring adalah pemberian skor atau nilai. Jawaban
kuesioner yang telah terkumpul, masing-masing pertanyaan mempunyai bobot nilai
yaitu skor 1 jawaban benar dan skor 0 jawaban salah.
3.8.4
Pensyusunan Data (Tabulating)
Tabulating merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa
agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan didata untuk disajikan dan dianalisa.
3.9 Alat Ukur (Instrumen Penelitian)
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner (kuesioner tertutup).
Kuesioner
adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi
dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia
ketahui (Arikunto, 2002 : 128).
Kuesioner
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup yaitu kuesioner
yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.
3.10Etika Penelitian
Penelitian
ini dilakukan dengan mendapat persetujuan dari Direktur RSAB Muslimat Jombang.
Setelah mendapat persetujuan kemudian kuesioner diberikan kepada responden yang
akan diteliti dengan menekankan pada masalah etika sebagai berikut :
3.10.1 Inform Consent
Lembar persetujuan untuk menjadi responden
diberikan kepada responden. Jika subyek bersedia maka harus menandatangani
lembar persetujuan tersebut. Jika subyek menolak untuk diteliti, maka peneliti
tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
3.10.2 Tanpa Nama (Anonymity)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden
diberikan kepada responden. Jika subyek bersedia, maka harus menandatangani
lembar persetujuan tersebut. Jika subyek menolak untuk diteliti, maka peneliti
tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
3.10.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek
dijamin oleh peneliti.
3.11 Keterbatasan
Keterbatasan
merupakan kelemahan dan hambatan dalam penelitian. Keterbatasan yang dihadapi
oleh peneliti adalah :
3.11.1 Alat Ukur
Pengumpulan data menggunakan kuesioner
memungkinkan responden menjawab pertanyaan dengan tidak jujur atau tidak
mengerti pertanyaan yang dimaksud.
3.11.2 Peneliti
Karena penelitian ini adalah yang pertama kali
dilakukan dan peneliti belum memiliki pengalaman sehingga banyak sumber-sumber
yang belum dimunculkan secara maksimal oleh peneliti dan banyak mengalami
hambatan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Pada bab ini akan di uraikan hasil
penelitian yang di laksanakan di RSAB Muslimat Jombang pada tanggal 08-16 Mei
2010 dengan 31 responden. Hasil penelitian ini di sajikan dalam 2 bagian yaitu
data umum dan data khusus. Data umum memuat karakteristik reponden bedasarkan pendidikan,
usia, pekerjaan, dan jumlah anak. Sedangkan data khusus menampilkaan
karakteristik responden meliputi gambaran tingkat pengetahuan ibu nifas tentang
tanda bahaya pada neonatal.
Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (event behavior).
4.1.1
Data
Umum
1.
Pendidikan
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu Nifas di
RSAB Muslimat Jombang Pada Bulan Mei 2010
No
|
Pendidikan
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
1
2
3
4
|
SD
SMP
SMA
Perguruan tinggi
|
2
7
13
9
|
6,5%
22,6%
41,9%
29,03%
|
Jumlah
|
31
|
100%
|
Sumber : Kuesioner
Penelitian di RSAB Muslimat Jombang tahun 2010.
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa
sebagian besar responden berpendidikan SMA yaitu sebanyak 13 responden (41,9%).
2.
Umur
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Ibu Nifas di RSAB Muslimat
Jombang Pada Bulan Mei 2010
No
|
Umur
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
1
2
3
|
< 20
20- 30
>30
|
2
25
4
|
6,45%
80,6%
12,9%
|
Jumlah
|
31
|
100
|
Sumber : Kuesioner
Penelitian di RSAB Muslimat Jombang tahun 2010.
Berdasarkan tabel 4.2 di peroleh bahwa
sebagian besar responden berumur 20-30 tahun yaitu sebanyak 25 responden
(80,6%).
3.
Pekerjaan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Ibu Nifas di RSAB
Muslimat Jombang Pada Bulan Mei 2010
No
|
Jumlah
anak
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
1
2
3
4
5
|
Tidak bekerja
Pegawai swasta
PNS
TNI/ Polri
Lain- lain
|
10
13
6
-
2
|
32,2%
41,9%
19,4%
0%
6,5%
|
Jumlah
|
31
|
100
|
Sumber : Kuesioner
Penelitian di RSAB Muslimat Jombang tahun 2010.
Berdasarkan tabel 4.3 di peroleh bahwa
sebagian besar bekerja sebagai pegawai swasta yaitu sebanyak 13 responden
(41,9%).
4.
Jumlah Anak
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Anak Ibu Nifas di RSAB
Muslimat Jombang Pada Bulan Mei 2010
No
|
Jumlah
anak
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
1
2
3
4
|
1
2
3
>3
|
19
8
2
2
|
61,3%
25,8%
6,45%
6,45%
|
Jumlah
|
31
|
100
|
Sumber : Kuesioner
Penelitian di RSAB Muslimat Jombang tahun 2010.
Berdasarkan tabel 4.4 di peroleh bahwa
sebagian besar mempunyai anak 1 yaitu sebanyak 19 responden (61,3%).
4.1.2
Data
Khusus
1.
Pengetahuan
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Nifas
Tentang Tanda Bahaya Pada Neonatal di
RSAB Muslimat Jombang Pada Bulan Mei 2010
No
|
Pengetahuan
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
1
2
3
|
Baik
Cukup
Kurang
|
8
13
10
|
25,8%
41,9%
32,3%
|
Jumlah
|
31
|
100
|
Sumber : Kuesioner
Penelitian di RSAB Muslimat Jombang tahun 2010.
Berdasarkan tabel di atas didapatkan
bahwa sebagian besar pengetahuannya cukup yaitu sebanyak 13 responden (41,9%).
4.2 Pembahasan
Berdasarkan dari tabel 4.5 hasil
penelitian di dapatkan sebagian besar gambaran pengetahuan ibu nifas tentang
tanda bahaya pada neonatal di RSAB Muslimat Jombang cukup.
Menurut Notoatmdjo (2005) ada dua faktor
yang mempengaruhi pengetahuan yaitu internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi, umur, intelegensi, pengalaman, dan tingkat pendidikan. Sedangkan
faktor eksternal meliputi informasi, lingkungan, dan sosial budaya.
Di dalam kenyataan faktor internal dan
eksternal sama-sama mempengaruhi terhadap pengetahuan ibu nifas tentang tanda
bahaya pada neonatal.
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu
nifas tentang tanda bahaya pada neonatal:
4.2.1
Pendidikan
Berdasarkan tabel 4.1 dapat di ketahui
bahwa dari 31 responden sebagian besar berpedidikan SMA yaitu ada 13 responden
(41,9%). Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan merupakan proses pertumbuhan,
perkembangan atau perubahan ke arah yang sama, lebih baik dan lebih matang pada
diri individu, kelompok atau masyarakat. Menurut Nursalam (2001) semakin rendah
pendidikan seseorang semakin rendah pula dalam memperoleh informasi, sehingga
semakin sedikit pula pengetahuan yang di milikinya. Semakin tinggi pendidikan
seseorang, semakin mudah menerima informasi untuk menambah pengetahuannya,
demikian juga dengan tingkat yang terlalu rendah akan sulit mencerna pesan atau
informasi yang di sampaikan. Tingkat pendidikan seseorang juga mempunyai
peranan yang penting untuk menerima, mengerti dan menghayati suatu pengetahuan
yang baru untuk dikemudian hari, sehingga dalam hidup seseorang akan lebih
mengarah pada suatu hal yang positif dan lebih bermakna.
4.2.2
Usia
Berdasarkan tabel 4.2 dapat di ketahui
bahwa dari 31 responden sebagian besar responden berusia 20-30 tahun yaitu 25
responden (80,6%). Berdasarkan
keterangan di atas dapat di simpulkan bahwa terdapat kesamaan antara hasil penelitian
dan teori mengenai usia merupakan salah satu yang berpengaruh dalam tingginya
tingkat pengetahuan. Menurut Hurlock (2007) semakin cukup usia tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Pada umur 20-30 seseorang telah memiliki kemampuan mental yang diperlukan untuk
mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi baru, misalkan untuk mengingat
hal-hal yang pernah dipelajari, penalaran analogis dan berpikir kreatif serta
mampu menyelesaikan masalah mereka dengan cukup baik sehingga menjadi stabil
dan tenang secara emosional. Menurut Lorry dalam Nursalam dan Pariani (2001)
bahwa umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun,
sampai cukup umur. semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih
matang berpikir dan bekerja sehingga semakin tua seseorang akan semakin
kontruksif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi.
Dalam kematangan usia tersebut daya
pikir untuk memperoleh informasi baru lebih cepat dan dapat bertindak tepat,
semakin cukup umur, tingkat kematangan sesorang akan lebih matang dalam
berpikir dan bekerja. Sekarang dilihat dari kepercayaan dan penilaian
masyarakat, yaitu yang usia lebih dewasa dan matang akan lebih dipercayai dari
pada seseorang yang belum cukup kedewasaannya yang dilihat melalui usia maupun
bertindak sehari-harinya. Hal tersebut juga ditunjang dari segi pengalaman,
usia lebih tinggi maka pengalamannya akan cenderung lebih banyak dan dapat
berpikir luas. Sehingga mempengaruhi tingkat pengetahuan cukup baik.
4.2.3
Pekerjaan
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui
bahwa dari 31 responden sebagian besar pegawai swasta yaitu 13 responden (41,9%).
Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang
menyita waktu bagi seseorang dan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
keluarganya. Menurut Nursalam (2001) dengan adanya pekerjaan, seseorang akan
memerlukan waktu dan tenaga untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dari kondisi
tersebut bisa dilihat bahwa meskipun responden bekerja namun faktor kesibukan
menjadikan responden tidak memiliki waktu untuk mencari atau memperoleh
pengetahuan. Sehingga pengetahuan responden tentang tanda bahaya pada neonatal
kurang baik.
4.2.4
Pengalaman
Pengalaman bisa berasal dari diri
sendiri maupun orang lain. Berdasarkan data tabel 4.4 dapat diketahui bahwa
dari 31 respoden sebagian besar merupakan anak petama yaitu 19 responden
(61,3%). Menurut Notoatmodjo (2003) berpendapat bahwa pengetahuan merupakan
hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap
obyek tertentu. Penginderaan ini melalui panca indra manusia, yakni indra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Maka dapat disimpulkan
bahwa apabila seseorang sudah pernah memiliki anak sebelumnya dan melahirkan
untuk kedua kalinya dan seterusnya umumnya mempunyai pengetahuan yang baik
karena telah memperoleh pengalaman dan informasi pada sebelumnya.
Pada prinsipnya sebelum seseorang mampu
mengadopsi perilaku baru, maka akan melalui tahapan proses perubahan perilaku
antara lain: know (tahu), comprehensip (memahami), application
(aplikasi), analisys (analisis), synthesis (sintesis), dan evaluation
(evaluasi). Begitu juga pada ibu yang belum mengerti tentang tanda bahaya pada
neonatal akan mengalami seperti itu yang akan disadari oleh pengetahuan,
kesadaran dan sikap positif. Apabila reponden
dapat mengadopsi perilaku seperti itu, maka ia akan mengetahui tanda
bahaya pada neonatal, sehingga dapat menurunkan AKB dan diharapkan derajat
kesehatan neonatal di Indonesia semakin meningkat.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian dan
pembahasan yang telah disajikan dalam bab sebelumnya mengenai pengetahuan
didapatkan kesimpulan bahwa gambaran pengetahuan ibu nifas tentang tanda bahaya
pada neonatal di RSAB Muslimat Jombang adalah cukup.
5.2 Saran
5.2.1
Bagi
Responden
Sehubungan dengan pengetahuan ibu nifas
masih cukup diharapkan masyarakat lebih meningkatkan pengetahuan dengan
mengikuti penyuluhan-penyuluhan dari tenaga kesehatan, sering menimba ilmu dari
media masa seperti televisi, radio, majalah, koran, dan lain- lain.
5.2.2
Bagi
Institusi Kesehatan
Sebagai bahan masukan dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang produktif dengan tidak hanya memberikan pelayanan
medis tapi juga lebih dalam dengan memberikan konseling dan penyuluhan tentang
tanda bahaya pada neonatal.
5.2.3
Bagi
Peneliti Selanjutnya
Sebagai wacana pembelajaran dalam
penerapan ilmu dan teori serta mendapat tambahan pengetahuan tentang tanda
bahaya pada neonatal. Serta sebagai acuan pengembangan penelitian selanjutnya,
hendaknya penelitian ditambahkan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya bahaya pada
neonatal.
Label:
Contoh KTI
0 komentar:
Posting Komentar