Senin, 18 Februari 2013

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG MANFAAT ASI EKSKLUSIF DENGAN PENERAPAN ASI EKSKLUSIF


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perempuan mendapat anugerah Tuhan untuk dapat mengandung, melahirkan dan menyusui. Kodrat yang diberikan kepada perempuan ini ditandai oleh perangkat reproduksi yang dimilikinya, yakni rahim dan semua bagiannya, untuk tumbuh kembang janin selama dalam kandungan, dan payudara untuk dapat menyusui anak ketika ia sudah dilahirkan. Artinya, semua perempuan berpotensi untuk menyusui anaknya, sama dengan potensinya untuk dapat mengandung dan melahirkan. Sayangnya, tidak semua perempuan bisa memahami dan menghayati kodratnya (Suradi, 2003: 1)
Kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI eksklusif dipengaruhi oleh promosi produk-produk makanan tambahan dan formula. Iklan-iklan tersebut bisa mengarahkan para ibu untuk berpikir bahwa ASI yang diberikannya kepada bayi belum cukup memenuhi kebutuhan gizi bayi. Bagi ibu yang aktif bekerja, upaya pemberian ASI eksklusif sering kali mengalami hambatan lantaran singkatnya masa cuti hamil dan melahirkan. Sebelum pemberian ASI eksklusif berakhir secara sempurna, ia harus kembali bekerja. Inilah yang menjadikan bayi tidak memperoleh ASI eksklusif.
ASI mengandung semua kebutuhan gizi yang diperlukan sebagai nutrisi yang sempurna, dapat diminum kapan saja, selalu tersedia dalam keadaan hangat, dengan sentuhan kasih sayang dan memberikan antibody untuk melawan beberapa penyakit infeksi. ASI memiliki semua keunggulan ini, bahkan dipastikan juga bahwa ASI memberikan kontribusi terhadap perkembangan otak bayi dan melindungi anak dari sejumlah penyakit dikemudian hari (Idrus, 2008 : 5).
ASI dapat mencukupi kebutuhan bayi hingga 6 bulan. Setelah 6 bulan baru boleh diberi makanan tambahan, MPASI (makanan pendamping ASI) secara bertahap, mulai yang halus sampai agak padat sesuai pencernaan bayi. Namun yang terjadi di Indonesia terutama di daerah pedesaan, bayi baru beberapa hari sudah diberi makanan tambahan, seperti madu, pisang, dan lain-lain. Padahal mulut bayi belum bisa mengunyah, baru bisa menghisap. Selain itu, sebelum enam bulan, sistem pertahanan tubuh bayi belum sempurna. Jika bayi diberi makanan lain, akan makin besar kemungkinan bayi terkena kuman yang masuk melalui makanan. Baik dari bahan makanan maupun pengolahannya yang kurang higienis. Karena itu, bayi yang mendapat ASI eksklusif enam bulan akan jarang terkena alergi, diare, batuk, pilek, dan panas. Pada umur enam bulan, sistem pencernaan bayi sudah relative sempurna sehingga baru siap menerima makanan lain. Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, enzim amylase, telah dapat diproduksi dengan sempurna.
Ahli alergi menyarankan pemberian ASI sebagai sebuah cara untuk mengurangi resiko meningkatnya alergi terhadap makanan dan eksema dalam banyak keluarga cenderung mengalami kondisi seperti ini. ASI mengandung Protein, bukan protein susu sapi atau susu kedelai, yang asing bagi sistem kekebalan tubuh bayi dan merangsang terjadinya respon alergi. Pengalihan antibody ibu dan zat-zat kekebalan lain mungkin juga menjelaskan mengapa anak-anak yang disusui selama enam bulan atau lebih, jarang mengalami leukemia akut masa anak-anak dari pada mereka yang hanya mengkonsumsi susu formula. Banyak penelitian yang menunjukkan pengurangan Sudden Infant Death Syndrom (SIDS-kematian bayi mendadak) diantara bayi-bayi yang mendapatkan cukup ASI, meskipun alasan-alasan akan hal ini belum bisa dipahami secara menyeluruh.
Akhir-akhir ini, sebuah analisis menerangkan bahwa memberikan ASI selama 6 bulan dapat menyelamatkan 1,3 juta jiwa di seluruh dunia, termasuk 22% nyawa yang melayang setelah kelahiran. Sementara itu, menurut UNICEF, ASI eksklusif dapat menekan angkat kematian bayi di Indonesia. Berdasarkan survey yang dilakukan Hellen Killer yang dikutip dari buku Pintar  ASI Eksklusif oleh Dwi Sunar Prasetyono pada tahun 2002 di Indonesia, diketahui bahwa rata-rata bayi Indonesia hanya mendapatkan ASI selama 1,7 bulan. Padahal kajian WHO yang dituangkan dalam Kepmen No. 450 tahun 2004 menganjurkan agar bayi diberi ASI eksklusif selama 6 bulan. Dan berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 1997 dan 2003, diketahui bahwa angka pemberian ASI eksklusif turun dari 49% menjadi 39% (Prasetyono Dwi Sunar, 2009 : 23 dan 25). Data dari kabupaten Jombang menunjukkan tahun 2006 dari seluruh bayi yang ada yaitu jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif sebesar 13.856 (64,23%) (Dinkes Jombang, 2006).
Berdasarkan data dari Desa Badas Sumobito Kabupaten Jombang, pada bulan Maret 2010 didapatkan dari 10 ibu menyusui, 7 orang diantaranya tidak menerapkan ASI eksklusif, dan hanya 3 orang saja yang menerapkan ASI eksklusif karena berbagai alasan, salah satunya yaitu ibu beranggapan bahwa ASI yang diberikan belum mencukupi perolehan asupan makanan. Data tersebut didapat dengan cara kuesioner.
                                                                                         
1.2  Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif dengan penerapan ASI eksklusif di Desa Badas Sumobito Jombang 2010?

1.3  Tujuan
1.3.1        Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif dengan penerapan ASI eksklusif di Desa Badas Sumobito Jombang.
1.3.2        Tujuan khusus
1.      Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif
2.      Mengidentifikasi penerapan ASI eksklusif
3.      Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif dengan penerapan ASI eksklusif.
1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi Institusi Penelitian
Berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam mempelajari dan memahami hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang penerapan ASI eksklusif terhadap sistem kekebalan bayi umur 0-6 bulan dan diharapkan menjadi tambahan sumber kepustakaan dibidang kesehatan ibu dan anak juga sebagai bahan wacana diperpustkaan.
1.4.2        Bagi Peneliti
Wacana belajar dalam menerapkan ilmu dan teori yang didapatkan selama kuliah ke dalam lahan praktek dilingkungan masyarakat, peningkatan daya pikir dan mengamati suatu masalah sehingga dapat menambah pengetahuan dan pengalaman.
1.4.3        Bagi Petugas Kesehatan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu cermin pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan khususnya bidan kepada keluarga atau masyarakat, dan menjadi bahan masukan dalam rangka meningkatkan mutu atau kwalitas dalam memperbaiki sistem pelayanan.

1.5  Sistematika Penulisan
BAB I    : PENDAHULUAN
                  Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Sistematika Penulisan
BAB II   : TINJAUAN PUSTAKA
                  Konsep Pengetahuan, Konsep ASI, Manfaat Pemberian ASI, Kerugian ASI, Kerangka Konsep.
BAB III : METODE PENELITIAN
Metodologi Penelitian Memberikan Gambaran Mengenai Desain Penelitian, Populasi, Sampel, Sampling, Kriteria Sampel, Identifikasi Variabel, Definisi Operasional, Lokasi dan Waktu Penelitian, Pengumpulan Data, Instrumen, Etika Penelitian, Keterabatasan.
BAB IV    : HASIL PENELITIAN  DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian, Pembahasan mengenai penelitian.
BAB V     : PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Konsep Dasar Pengetahuan
2.1.1        Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what” misalnya apa arti manusia, apa alam dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2005 : 3)
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh lewat mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007 : 143).
Pengetahuan adalah dasar semua tindakan dan usaha, jadi penelitian sebagai dasar untuk meningkatkan pengetahuan, agar meningkat pula pencapaian usaha mereka (Arikunto, 2006: 27).
2.1.2        Tingkat Pengetahuan
Komponen pengetahuan menurut Bloom yang dikutip, Notoatmojo tahun 2003 mencakup 6 tingkat, yaitu:
2.1.2.1  Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan, dan sebagainya.
2.1.2.2  Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan objek yang dipelajari.
2.1.2.3  Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagaimana dalam konteks atau situasi yang lain.
2.1.2.4  Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyebarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

2.1.2.5  Sintesis (Syntesis)
Syntesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
2.1.2.6  Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukian justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.1.3        Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Berbagai faktor yang mempengaruhi pengetahuan:
2.1.3.1  Pendidikan
Tokoh pendidikan abad 20 M, J. Languelt yang dikutip Notoatmojo (1998) mengidentifikasi bahwa pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, pelindung, dan bantuan yang diberikan kepada anak yang tertuju kepada kedewasaan.
2.1.3.2  Pengalaman
Mempelajari situasi yang berkaitan dengan nilai sendiri dalam menggambarkan pandangan (Syaifuddin Azwar, 2001: 32).
2.1.3.3  Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembetukan sikap (Syaifuddin Azwar, 2001: 33).
2.1.3.4  Usia
Menurut Huclock (1998) yang dikutip dari Nursalam (2001) semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorag akan lebih dalam berfikir dalam logis dan segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya.
2.1.3.5  Informasi
Adalah keseluruhan makna yang dapat diartikan sebagai pengetahuan seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan kognital baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk mengubah kesadaran masyarakat terhadap suatu hal involusi yang berpengaruh terhadap perilaku.
2.1.3.6  Minat
Minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.
2.1.3.7  Lingkungan
Lingkungan adalah denah diluar dan mempengaruhi sistem tersebut.
(Notoatmojo, 2005: 88).

2.2  Konsep Dasar Manajemen Laktasi
2.2.1        Anatomi Payudara
Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawh kulit, diatas otot dada, dan fungsinya memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, dengan berat kira-kira 200 gram, yang kiri umumnya lebih besar dari yang kanan. Pada waktu hamil payudara membesar, mencapai 600 gram dan pada waktu menyusui bisa mencapai 800 gram (Suradi, 2003 : 1).
Ada tiga bagian utama payudara, yaitu :
1.      Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar
2.      Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah
3.      Papilla, atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara
Dalam korpus mammae terdapat elveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Alveolus terdiri dari beberapa sel Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah. Beberapa alveolus mengelompok membentuk lobulus, kemudian beberapa lobulus berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara.
Dari alveolus ASI disalurkan ke dalam saluran kecil (duktulus), kemudian beberapa saluran kecil bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus laktiferus).
Gambar 2.1   Payudara Tampak Depan a. Badan, b. Areola, c. Papilla (Puting)


Dibawah areola saluran yang besar melebar, disebut Sinus Laktiferus. Akhirnya semua memusah ke dalam puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran, terdapat otot polos yang bila berkontraksi memompa ASI keluar.
Gambar 2.2   Payudara Tampak Samping Dengan Susunan Kelenjar a. Kelenjar Susu (Alveolus), b. Saluran (Duktus Laktiferus), c. Sinus Laktiferus.

Ada empat macam bentuk puting, yaitu bentuk yang normal umum, pendek/datar, panjang dan terbenam (inverted). Namun bentuk-bentuk puting ini tidak terlalu berpengaruh pada proses laktasi, yang penting adalah bahwa puting susu dan areola dapat ditarik sehingga membentuk tonjolan “dot” ke dalam mulut bayi. Kadang dapat terjadi puting tidak lentur, terutama pada bentuk puting terbenam, sehingga butuh penanganan khusus agar bayi bisa menyusu dengan baik.
Gambar 2.3   Bentuk-Bentuk Puting Susu

Pada papilla dan areola terdapat saraf peraba yang sangat penting untuk refleks menyusui. Bila puting dihisap, terjadilah rangsangan saraf yang diteruskan ke kelenjar hipofisis yang kemudian merangsang produksi dan pengeluaran ASI.
2.2.2        Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi dan pengeluaran ASI. Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur 18-19 minggu, dan baru selesai ketika mulai menstruasi, dengan terbentuknya hormon estrogen dan progesteron yang berfungsi untuk maturasi alveoli. Sedangkan hormon prolaktin adalah hormon yang berfungsi untuk produksi ASI disamping hormon lain seperti insulin, tiroksin, dan sebagainya.
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar esterogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah muai terjadi sekresi ASI. Dengen menyusukan lebih dini, terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin oleh hipofisis. Sehingga sekresi ASI makin lancar. Dua refleks pada ibu yang sangat penting dalam proses laktasi, refleks prolaktin dan refleks aliran timbul akibat perangsangan puting susu oleh hisapan bayi.
2.2.2.1  Refleks prolaktin
Seperti telah dijelaskan di muka, dalam puting susu terdapat banyak ujung saraf sensoris. Bila ini dirangsang, timbul impuls yang menuju hipotalamus selanjutnya ke kelenjar hipofisis bagian depan sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon inilah yang berperan dalam produksi ASI ditingkat alveoli. Dengan demikian mudah dipahami bahwa makin sering rangsangan penyusunan makin banyak pula produksi ASI.
2.2.2.2  Refleks aliran (let down reflex)
Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke kelenjar hipogisis depan, tetapi juga ke kelenjar hipofisis bagian belakang, yang mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar. Makin sering menyusui, pengosngan alveolus dan saluran makin baik sehinga kemungkinan terjadinya bendungan susu makin kecil, dan menyusui akan makin lancar. Saluran ASI yang mengalami bendungan tidak hanya mengganggu penyusunan, tetapi juga berakibat mudah terkena infeksi.
Oksitosin juga memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi rahim makin cepat dan baik. Tidak jarang perut ibu terasa mulas yang sangat pada hari-hari pertama menyusui dan ini adalah mekanisme alamiah untuk kembalinya rahim ke bentuk semula.
Gambar 2.4   Refleks Aliran dan Pengawasan Hormonal Terhadap Laktasi

Tiga refleks yang penting dalam mekanisme hisapan bayi adalah refleks menangkap (rooting reflex), refleks menghisap dan refleks menelan.
1.      Refleks menangkap (rooting reflex)
Timbul bila bayi baru lahir tersentuh pipinya, bayi akan menoleh ke arah sentuhan. Dan bila bibirnya dirangsang dengan papilla mammae, maka bayi akan membuka mulut dan berusaha untuk menangkap puting susu.


2.      Refleks menghisap
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh, biasanya oleh puting. Supaya puting mencapai bagian belakang palatum, maka sebagian besar areola harus tertangkap mulut bayi. Dengan demikian, maka sinus laktiferus yang berada di bawah areola akan tertekan antara gusi, lidah dan palatum, sehingga ASI terperas keluar.
3.      Refleks menelan
Bila mulut bayi terisi ASI, ia akan menelannya.
Mekanisme menyusu pada payudara berbeda dengan mekanisme minum dari botol, karena dot karetnya panjang dan tidak perlu diregangkan, maka bayi tidak perlu menghisap kuat. Bila bayi telah biasa minum dari botol/dot akan timbul kesulitan bayi menyusu pada ibu, karena ia akan menghisap payudara seperti halnya ia menghisap dot. Terjadilah bingung puting. Pada keadaan ini ibu dan bayi perlu bantuan untuk belajar menyusui dengan baik dan benar.
Gambar 2.5   Respon Penyusunan : a. Bibir Bayi Menangkap Puting Selebar Areola, b. Lidah Menjulur Ke Muka Untuk Menangkap Puting, c. Lidah Ditarik Mundur, Membawa Puting Penyentuh Langit-Langit Di Dalam Mulut, d. Timbul Refleks Mengisap Pada Bayi Dan Refleks Aliran Pada Ibu
Menyusui bayi yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan bayi (nir-jadwal = on demand). Karena secara alamiah bayi akan mengatur kebutuhannya sendiri. Semakin sering bayi menyusu, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak. Demikian halnya bayi yang lapar atau bayi kembar, dengan daya hisapnya maka payudara akan memproduksi ASI lebih banyak; karena semakin kuat daya isapnya, semakin banyak ASI yang diproduksi.
Produksi ASI selalu berkesinambungan; setelah payudara disusukan, maka akan terasa kosong dan payudara melunak. Pada keadaan ini ibu tetap akan kekurangan ASI, karena ASI akan etrus diproduksi asal bayi tetap menghisap, ibu cukup makan dan minum serta adanya keyakinan maupun memberi ASI pada anaknya. Menurut literatur, produksi ASI berkisar antara 600 cc-1 liter sehari. Dengan demikian ibu dapat menyusui bayi secara eksklusif sampai 6 bulan, dan tetap memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun bersama makanan lain.
Bila kemudian bayi disapih, refleks prolaktin akan terhenti. Sekresi ASI juga berhenti. Alveoli mengalami apoptosis (kehancuran), kemudian bersama siklus menstruasi dimana hormon estrogen dan progesteron berperan, alveoli akan terbentuk kembali. Siklus berulang ketika ibu hamil (alveoli matur, siap produksi) kemudian laktasi (alveoli memproduksi ASI) kemudian penyapihan (alveoli gugur) disebut siklus laktasi dan akan selalu berulang selama wanita belum menopause. (Suradi, 2003:5)

2.3  Konsep Dasar ASI
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan merupakan makanan terbaik untuk bayi (Bahiyatun, 2009 : 29).
Jenis ASI dibagi menjadi tiga:
1.      Kolostrum
Kolostrum adalah cairan yang pertama kali disekresi oleh kelanjar mamae yang mengandung tissue debris dan redual material, yang terdapat dalam alveoli dan ductus dari kelenjar mamae sebelum dan sesudah melahirkan anak. Kolostrum disekresi oleh kelenjar mamae pada hari pertama hingga ketiga atau keempat sejak masa laktasi (Anton Baskoro : 10).
Menurut Anton Baskoro, beberapa ciri penting yang menyertai produksi kolostrum adalah sebagai berikut :
a.       Komposisi kolostrum mengalami perubahan secara berangsur-angus setelah bayi lahir.
b.      Kolostrum adalah cairan kental berwarna kekuningan, dan lebih kuning ketimbang ASI matrue.
c.       Kolostrum bertindak sebagai laktasif yang berfungsi membersihkan dan melapisi mekonium usus bayi yang baru lahir, serta mempersiapkan saluran pencernaan bayi untuk menerima makanan selanjutnya.
d.      Kolostrum leih banyak mengandung protein (sekitar 10% protein) dibandingkan ASI mature (kira-kira 1% protein). Lain halnya dengan ASI mature yang mengandung protein berupa kasein, yang mudan dicerna dan diserap oleh usus bayi.
e.       Pada kolostrum terdapat beberapa protein, yakni imunoglobulin A (IgA), laktoferin, dan sel-sel darah putih. Semuanya itu sangat penting untuk pertahanan tubuh bayi terhadap serangan penyakit (infeksi).
f.       Total energi (lemak dan laktosa) berjumlah sekitar 58 kalori/100 ml kolostrum.
g.      Kolostrum lebih banyak mengandung vitamin A, mineral natrium (Na), dan seng (Zn).
h.      Lemak dalam kolostrum lebih banyak mengandung kolesterol dan lecithin dibandingkan ASI mature.
i.        Pada kolostrum terdapat tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein dalam usus bayi menjadi kurang sempurna, yang menyebabkan peningkatan kadar antibodi pada bayi.
j.        Volume kolostrum sekitar 150-300 ml/24 jam
2.      Foremilk
Air susu yang keluar pertama kali disebut susu awal (foremilk). Air susu ini hanya mengandung sekitar 1-2% lemak dan terlihat encer, serta tersimpan dalam saluran penyimpanan. Air susu tersebut sangat banyak dan membantu menghilangkan rasa haus pada bayi.


3.      Hindmilk
Hindmilk keluar setelah foremilk habis, yakni saat menyusui hampir selesai. Hindmilk sangat kaya, kental, dan penuh lemak bervitamin, sebagaimana hidangan utama setelah sup pembuka. Air susu ini memberikan sebagian besar energi yang dibutuhkan oleh bayi.
(Prasteyono, 2009 : 94-96).
ASI Eksklusif
Asi eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan  sampai sekitar usia 4-6 bulan. Selama itu bayi diharapkan tidak  mendapatkan tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, air teh, madu, air putih. Pada pemberian ASI eksklusif bayi juga tidak diberikan makanan tambahan seperti pisang, biskuit, bubur susu, bubur nasi, tim, dan sebagainya. ASI eksklusif diharapkan dapatdiberikan sekurang-kurangnya selama 4 bulan, dan kalau memungkinkan sampai 6 bulan. Pemberian ASI secara benar akan dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan, tanpa makanan pendamping. Di atas 6 bulan, bayi memerlukan makanan tanbahan tetapi pemberian ASI dapat dilanjutkan sampai ia berusia 2 tahun. (Bahiyatun, 2009 : 29)


2.3.1        Komposisi ASI
Tabel 2.1   Perbandingan Komposisi ASI dan PASI Untuk Setiap 100 ml

Komponen
ASI
PASI
Energi (kkal)
Air (g)
Protein (g)
Rasio kasein
Lemak (g)
Laktosa (g)
Vitamin A (Retinol) dangan satuan (ug)
Beta karoten (ug)
Vitamin D : larutan dalam lemak dengan satuan (ug)
Larutan dalam air (ug)
Vitamin C (mg)
Tiamin (vitamin B1) dengan satuan (mg)
Riboflavin (vitamin B2) dengan satuan (mg)
Niasin (mg)
Vitamin B12 (ug)
Asam folant (ug)
Kalsium (Ca) dengan satuan (mg)
Besi (Fe) dengan satuan (mg)
Tembaga (Cu) dengan satuan (ug)
Seng (Zn) dengan satuan (ug)
70
89,7
1,07
1 : 1,5
4,2
7,4
60
0
0,01
0,80
3,8
0,02
0,03
0,62
0,01
5,2
35
0,08
39
295
67
90,2
3,4
1 : 0,2
3,9
4,8
31
19
0,03
0,15
1,5
0,04
0,20
0,89
0,32
5,2
124
0,05
21
361

1.      Karbohidrat
Karbohidrat dalam ASI berbentuk laktosa (gula susu) yang jumlahnya tidak telalu bervariasi setiap hari, dan jumlahnya lebih banyak ketimbang dalam PASI. Rasio jumlah laktosa dalam ASI dan PASI adalah 7 : 4, sehingga ASI terasa lebih manis dibandingkan PASI. Hal ini menyebabkan bayi yang sudah mengenal ASI dengan baik cenderung tidak mau minum MPASI. Dengan demikian, pemberian ASI semakin berhasil.
Hidrat arang dalam ASI merupakan nutrisi penting yang berperan dalam pertumbuhan sel saraf otak, serta pemberian energi untuk kerja sel-sel saraf. Di dalam usus, sebagian laktosa akan diubah menjadi asam laktat, yang berfungsi mencegah pertumbuhan bakteri yang berbahaya, serta membantu penyerapan kalsium dan mineral-mineral lain.
2.         Protein
Protein dalam ASI lebih rendah bila dibandingkan dengan PASI. Meskipun begitu, “whey” dalam protein ASI hampir seluruhnya terserap oleh sistem pencernaan bayi. Hal ini dikarenakan “whey” ASI lebih lunak dan mudah dicerna ketimbang “whey” PASI. Kasein yang tinggi dengan perbandingan 1 dan 0,2 akan membentuk gumpalan yang relatif keras dalam lambung bayi. Itulah yang menyebabkan bayi yang diberi PASI sering menderita susah buang air besar (sembelit), bahkan diare dan defekasi dengan feces berbentuk biji cabe yang menunjukkan adanya makanan yang sukar diserap oleh bayi yang diberi PASI.
3.      Lemak
Sekitar setengah dari energi yang terkandung dalam ASI berhasil dari lemak yang lebih mudah dicerna dan diserap oleh bayi ketimbang PASI. Hal ini dikarenakan ASI lebih banyang mendangung enzim pemecah lemak (lipase). Kandungan total lemak dalam ASI para ibu bervariasi satu sama lain, dan berbeda-beda dari satu fase menyusui ke fase berikutnya. Pada mulanya, kandungan lemak rendah, kemudian meningkat jumlahnya. Komposisi lemak pada menit-menit awal menyusui berbeda dengan 10 menit kemudian. Demikian halnya dengan kadar lemak pada hari pertama, kedua, dan seterusnya, yang akan terus berubah sesuai kebutuhan energi yang diperlukan dalam perkembangan tubuh bayi.
Jenis lemak dalam ASI mengandung banyak omega-3, omega-6 dan DHA yang dibutuhkan dalam pembentukan sel-sel jaringan otak. Meskipun produk PASI sudah dilengkapi ketiga unsur tersebut, susu formula tetap tidak mengandung enzim, karena enzim mudah rusak bila dipanaskan. Dengan tidak adanya enzim, bayi sulit menyerap lemak apsi, sehingga menyebabkan bayi lebih mudah terkena diare. Jumlah asam linoleat dalam ASI sangat tinggi dan perbandingannya dengan PASI adalah 6 : 1. Asam linoleat inilah yang berfungsi memacu perkembangan sel saraf otak bayi.
4.      Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap. Walaupun kadarnya relatif rendah, tetapi bisa mencukupi kebutuhan bayi sampai berumur 6 bulan. Zat besi dan kalsium dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil, mudah diserap tubuh, dan berjumlah sangat sedikit. Sekitar 75% dari zat besi yang terdapat dalam ASI dapat diserap oleh usus. Lain halnya dengan zat besi yang bisa terserap dalam PASI, yang hanya berjumlah sekitar 5-10%.
ASI juga mengandung natrium, kalium, fosfor dan klor yang lebih sedikit ketimbang PASI. Meskipun sedikit, ia tetap mencukupi kebutuhan bayi. Kandungan mineral dalam PASI cukup tinggi. Jika sebagian besar tidak dapat diserap, maka akan memperberat kerja usus bayi, serta mengganggu sistem keseimbangan dalam pencernaan, yang bisa merangsang pertumbuhan bakteri yang merugikan. Inilah yang menjadikan perut bayi kembung, dan ia pun gelisah lantaran gangguan metabolisme.
5.      Vitamin
Apabila makanan yang dikonsumsi oleh ibu memadai, berarti semua vitamin yang diperlukan bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya dapat diperoleh dari ASI. Sebenarnya, hanya ada sedikit vitamin D dalam lemak susu. Terkait itu, ibu pernah mengetahui bahwa penyakit polio (rickets) jarang menimpa bayi yang diberi ASI, bila kulitnya sering terkena sinar matahari.
Vitamin D yang larut air terdapat dalam susu. Mengenai hal ini, perlu diketahui bahwa vitamin tersebut bisa ditambahkan ke dalam vitamin D yang larut lemak. Dan, jumlah vitamin A, tiamin, dan vitamin C bervariasi sesusai makanan yang dikonsumsi oleh ibu.
(Prasteyono, 2009 : 96-102).
2.3.2        Berbagai Faktor yang Terkait Pemberian ASI Eksklusif
2.3.2.1  Aspek Pemahaman Dan Pola Pikir
ASI merupakan makanan utama bayi yang sangat baik dan tidak ada bandingannya, meskipun susu formula termahal dan terbaik. The AAP Section on Breastfeeding, American College of Obstetricians and Gynecologists, American Academy of Family Phisicians, Academy of Breastfeeding Medicine, World Health Organization, United Nations Children’s Fund, serta Departemen kesehatan republik Indonesia merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, terbukti bahwa ASI eksklusif memang lebih unggul dibandingkan susu formula. Sebab, ASI mengandung zat-zat kekebalan yang tidak dimiliki oleh susu formula. Zat kekebalan ini sangat dibutuhkan oleh bayi pada bulan-bulan pertama setelah kelahirannya.
Meskipun pemberian ASI eksklusif telah banyak disosialisasikan, namun tidak sedikit ibu yang belum menergi dan menganggap remeh hal itu, terutama para ibu yang bekerja di luar rumah. Beberapa anggapan keliru sering kali mengenyampingkan kebutuhan nutrisi bayi. Selain itu, keberhasilan media promosi dapat berpengaruh terhadap pola pikir para ibu bahwa susu formula yang banyak mengandung DHA, AA, dan kandungan lain lebih cocok dan sangat dibutuhkan oleh bayi ketimbang ASI, yang membuat mereka repot menyusui.
Rendahnya tingkat pemahaman tentang pentingnya ASI selama 6 bulan pertama kelahiran bayi dikarenakan kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat yang terkandung dalam ASI. Selain itu, kebiasaan para ibu yang bekerja, terutama yang tinggal di perkotaan, juga turut mendukung rendahnya tingkat ibu menyusui. Adapun mitor tentang pemberian ASI bagi bayi, misalnya ibu yang menyusui anaknya dapat menurunkan kondisi fisik dirinya merupakan suatu mitos yang sulit diterima oleh akal sehat. demikian halnya dengan kekhawatiran ibu yang menganggap bahwa produksi ASI tidak mencukupi kebutuhan makanan bayi. Anggapan ini sering menjadi kendala bagi ibu, yang akhirnya mencari alternatif lain dengan memberi susu pendamping manakala bayi lapar.
Hal-hal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan dari pola dasar pemberian ASI menjadi pemberian susu formula. Bila kondisi itu terus berlanjut, maka bisa jadi bangsa Indonesia mengalami kemunduran di masa mendatang. Situasi seperti ini akan menjadi masalah yang cukup besar, karena bayi kehilangan kesempatan dan manfaat yang terkandung dalam ASI.
2.3.2.2  Aspek Gizi
ASI mengandung nutrisi lengkap yang dibutuhkan oleh bayi sehingga 6 bulan pertama kelahirannya. ASI pertama yang diberikan kepada bayi, yang sering disebut kolostrum, banyak mengandung zat kekebalan, terutama IgA yang berfungsi melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi, seperti diare. Bila kolostrum terlambat diberikan kepada bayi, maka boleh jadi sistem kekebalan bayi sedikit rapuh dan mudah terserang penyakit.
Terkait itu, kita bisa melajar banyak dari dunia hewan, misalnya induk kanguru yang menempatkan bayinya di kantungnya. Setelah cukup dewasa, induk kanguru akan membiarkannya mencari makanan sendiri. Hal ini berarti bahwa meskipun secara naluri, hewan itu akan memberikan makanan yang terbaik bagi bayinya.
Walaupun jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari isapan bayi pada hari-hari pertama kelahirannya, namun kolostrum cukup memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan kepada bayi. Kolostrum mengandung 1 ‘ 106 sampai 3 ‘106 leukosit/ml, yang dibutuhkan untuk membangun sistem kekebalan tubuh. Kolostrum juga mengandung protein, vitamin A, karbohidrat, dan lemak rendah, sehingga sesuai kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Kolostrum akan membantu mengeluarkan mekonium, yaitu tinja bayi pertama yang baru lahir, yang berwarna hitam kehijauan.
Kolostrum (cairan bening kekuningan) sungguh tak ternilai harganya. Meskipun hanya diproduksi dalam jumlah yang sangat sedikit, yakni sekitar 7,4 sendok teh (36,23 ml) per hari, tetapi kandungan nutrisi yang ada dalam kolostrum sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi pada hari-hari pertama masa kehidupannya.
Kadar protein yang dikandung dalam kolostrum lebih tinggi ketimbang ASI matang atau mature. Adapun kandungan lemak dan laktosanya (gula darah) lebih rendah daripada ASI mature. Kolostrum juga mengandung vitamin, seperti vitamin, A, B6, B12, C, D, dan K, serta mineral, terutama zat besi dan kalsium sebagai zat pembentuk tulang. Inilah komposisi yang sangat tepat untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang baru lahir. Sama halnya dengan ASI mature, kolostrum juga mengandung enzim-enzim pencernaan yang belum mampu diproduksi oleh tubuh bayi, seperti protease (untuk menguraikan protein), lipase (untuk menguraikan lemak), dan amilse (untuk menguraikan karbohidrat). Itulah yang membuat kolostrum mudah sekali dicerna oleh sistem pencernaan bayi yang lebih sempurna.
Efek laktasif yang dihasilkan oleh kolostrum dapat membantu bayi yang baru lahir untuk mengeluarkan mekonium dari dalam ususnya. Mekonium merupakan kotoran sisa makanan berwarna hijau tua ketika bayi masih berada dalam rahim ibu, di mana ia menerima makanan melalui plasenta. Bersamaan dengan keluarnya mekonium, dikeluarkan pula kelebihan bilirubin, sehingga akan mencegah terjadinya kuning (jaundice) pada bayi yang baru lahir.
Selain memiliki konsentrasi nurtisi yang tinggi, kolostrum juga mengandung banyak antibodi, atau yang sering disebut immunoglobulin (Ig). Antibodi dibedakan menjadi lima jenis (faktor imun), yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE. Sebenarnya, ASI juga mengandung kelima faktor imun tersebut, namun kolostrum mempunyai konsentrasi faktor imun lebih tinggi ketimbang ASI. Kandungan zat imun dalam kolostrum sangat dibutuhkan oleh bayi, yang hanya terdapat pada hari pertama hingga keempat sesudah kelahiran. Zat imun ini tak tergantikan oleh susu formula yang sangat mahal dan terbaik.
Selama berada di dalam rahim ibu, janin merasa aman karena memperoleh pasokan antibodi dan faktor imun IgG dari plasenta. Tetapi, setelah lahir, pasokan ini akan terhenti secara otomatis, padahal tubuh bayi belum mampu membuat antibodi sendiri. Itulah yang dijadikan sebagai dasar upaya ibu segera menyusui bayinya setelah lahir. Tindakan tersebut dapat merangsang produksi ASI dan memastikan bayi menerima zat imun guna meningkatkan daya tahan tubuhnya.
Immunoglobulin A (IgA) adalah zat imun yang paling banyak terdapat dalam kolostrum. Zat imun ini membentuk benteng pertahanan di tempat yang paling berisiko diserang kuman, yaitu di selaput lendir pada paru-paru, tenggorokan, dan usus.
Ketika bayi baru lahir, ususnya masih tipis dan belum rapat, sehingga bagian-bagian yang rapuh ini rentan terhadap serangan kuman pernyakit, dan zat allergen pun tidak dapat masuk ke dalam tubuh bayi. Zat IgA bertugas menambal usus yang berlubang tersebut dengan cara membentuk semacam lapisan. Dalam proses pelapisan itu, kolostrum yang mengandung sel-sel darah putih (leukosit) dalam jumlah besr akan segera memerangi virus dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh bayi.
Secara berangsur-angsur, selama dua minggu setelah ibu melahirkan, kolostrum berubah menjadi ASI mature. Selama masa transisi ini, volume ASI meningkat pesat, sedangkan konsentrasi antibodi berkurang. Hal itu tidak berarti bahwa kolostrum menghilang, namun tetap menjadi vaksin gratis yang akan melindunginya dari serangan berbagai virus dan bakteri (EG-index). Jadi, dapat disimpulkan bahwa menyusui pada sejam pertama setelah kelahiran bayi, yang dilanjutkan dengan menyusui secara eksklusif selama 6 bulan, akan menyelamatkan lebih dari satu juta bayi.
2.3.2.3  Aspek Pendidikan
Bagi sebagian ibu, menyusui bayi merupakan tindakan yang alamiah dan naluriah. Oleh karena itu, mereka beranggapan bahwa menyusui tidak perlu dipelajari. Sebenarnya, anggapan ini tidak sepenuhnya keliru, tetapi menyusui bisa menjadi masalah manakala ibu menikah dini, atau melahirkan bayi yang pertama, terutama di kalangan artis atau ibu yang bekerja.
Sesungguhnya, Tuhan menganugerahkan payudara memang untuk menyusui bayi, karena dapat menghasilkan ASI. Maka, hendaknya para ibu memanfaatkannya dengan menyusui bayi. Meskipun sifat alamiah dan naluriah, para ibu tetap memerlukan informasi dan pengetahuan yang terkait penyusunan.
Kebanyakan ibu kurang menyadari pentingnya ASI sebagai makanan utama bayi. Mereka hanya mengetahui bahwa ASI adalah makanan yang diperlukan bayi tanpa memperhatikan aspek lainnya. Waktu yang lama bersama bayi tidak dimanfaatkan secara optimal, sehingga para ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayi. Kegiatan atau pekerjaan ibu sering kali dijadikan alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif.
Meskipun ibu dan bayi mempunyai waktu yang cukup lama untuk memulai proses menyusui, tetapi tidak sedikit ibu yang lupa mengenalkan puting payudara sejak awal kelahiran anaknya. Hal ini mungkin dikarenakan perasaannya campur aduk setelah melahirkan, sehingga ibu tidak mengetahi tindakan yang mesti dilakukan olehnya.
Walaupun begitu, bukan berarti bahwa bayi yang tidak mengenal puting payudara ibu selama beberapa hari setelah kelahiran akan menutup kemungkinan bayi untuk dapat menyusu kepada ibunya. Sebenarnya, kunci kerberhasilan menyusui yang utama adalah kemauan yang kuat pada diri ibu untuk menyusui anaknya. Kemauan tersebut bisa timbul dari dalam dirinya sendiri atau lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu, secara psikologis, seorang ibu yang didukung suami atau keluarga akan lebih termotivasi untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
Memberikan ASI eksklusif kepada bayi pada awal kehidupannya (ketika otaknya masih bersifat plastik) merupakan hal yang sangat penting. Komposisi ASI yang sarat nutrisi lengkap, termasuk DHA dan AA, harus diketahui oleh semua ibu hamil dan menyusui, sehingga bayi mendapatkan bayi mendapatkan nutrisi terbaik sejak awal kehidupannya.
Terkait hal itu, perlu diketahui bahwa 80% kecerdasan anak ditentukan saat anak berumut 0-6 bulan dengan pemberian ASI guna membangun sel-sel saraf. Kecerdasan anak bukanlah kontribusi sang ayah, melainkan seberapa banyak ASI eksklusif yang diberikan kepada bayi selama masa menyusui.
2.3.2.4  Aspek Imunologik
Para ahli berpendapat bahwa ASI mengandung zat anti-infeksi yang bersih dan bebas kontaminasi. Kadar immunoglobulin A (IgA) dalam kolostrum cukup tinggi. Meskipun sekretori IgA tidak diserap oleh tubuh bayi, tetap zat ini berfungsi melumpuhkan bakteri patogen E. Coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.
Laktoferin yang diproduksi oleh makrofag, neutrofil, dan epitel kelenjar payudara bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri), karena merupakan glikoprotein yang dapat mengikat besi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sebagian besar bakteri aerob, seperti stafilokokus dan E.coli. laktoferin bisa mengikat dua molekul besi (ferri) yang bersaing dengan enterokelin kuman yang mengikat besi. Pembelahan kuman yang kekurangan besi akan terhambat, sehingga ia berhenti memperbanyak diri.
Lakteroferin membunuh kuman dengan cara mengubah ion zat besi (Fe), yang berpengaruh terhadap faktor pertumbuhan Laktobasilus bifidus. Laktobasilus bifidus cepat tumbuh dan berkembang biak dalam saluran pencernaan bayi yang mendapatkan ASI, karena ASI mengandung polisakarida yang berkaitan dengan nitrogen yang tidak terdapat dalam susu formula. Kuman ini akan mengubah laktosa yang banyak terkandung dalam ASI menjadi asam laktat dan asam asetat. Keasaman cairan tersebut dapat menghambat pertumbuhan E. Coli, kuman yang sering kali menyebabkan bayi mengalami diet.
Lysosim yang diproduksi makrofag berfungsi melindungi bayi dari bakteri E.coli dan salmonella, serta virus. Jumlah lusosim dalam ASI sebanyak 300 kali per satuan volume. Jumlah ini lebih banyak ketimbang susu sapi atau susu kambing. Lysosim mampu bertahan hingga tahun kedua laktasi, bahkan sampai penyapihan. Pada dua minggu pertama, jumlah sel darah putih dalam ASI lebih dari 4.000 sel per mil, yang terdiri dari Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) atau antibodi pernapasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) atau antibodi saluran pernapasan, serta mammary Asociated lumpocyte Tissue (MALT) atau antibodi jaringan payudara ibu.
Faktor bifidus dapat mempengaruhi flura usus yang menyokong ke arah tumbuhnya lactobacillus bifidus. Hal ini akan menurunkan pH, sehingga menghambat pertumbuhan E.coli dan bakteri patogen lainnya. Oleh karena itu, kuman komensal terbanyak dalam usus bayi yang mendapatkan ASI sejak lahir adalah Lactobacillus bifidus. Pada bayi yang memperoleh susu formula, flora ususnya ialah kuman Gram negatif, terutama Bakteroides dan Koliform, yang peka terhadap infeksi kuman patogen.
Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus yang berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Anti-stafilokok dapat menghambat pertumbuhan staphylokok, IgA sekresi, dan Ig lainnya yang bisa melindungi tubuh dari infeksi saluran makanan dan pencernaan. Sementera itu, C dan C4 mempunyai daya opsonik, kemotaktik, dan anafilatoksik. Lisozym mampu menghancurkan sel dinding bakteri, sedangkan laktoper-oksidase dapat membunuh streptokok. Dan, sel darah putih fagositosis (leukosit) bisa menghasilkan SigA, C3, C4, serta laktoferin.
2.3.2.5  Aspek Psikologis
Secara psikologis, menyusui mengandung tiga hal penting.
Pertama, menyusui dapat membangkitkan rasa percaya diri bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi kebutuhan bayi. Di satu sisi, ibu boleh merasa bangga lantaran sanggup menyusui bayi sesuai kodratnya sebagai wanita. Baginya, menyusui tidak sekadar memberi makanan kepada bayinya, tetap sangat dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih sayang terhadap bayi. Perasaan kasih sayang antara ibu dan bayi bisa meningkatkan produksi hormon, terutama oksitosin yang akhirnya dapat meningkatkan produksi ASI.
Kedua, interaksi antara ibu dan bayi. Secara psikologis, pertumbuhan dan perkembangan bayi sangat tergantung pada integritas ibu dan bayi. Kasih sayang ibu dapat memberikan rasa aman dan tenang, sehingga bayi bisa lebih agresif, menyusui. Dengan demikian, gizi yang diperoleh bayi pun semakin banyak.
Ketiga, kontak lansung ibu dan bayi melalui sentuhan kulit mampu memberikan rasa aman dan puas, karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi dalam rahim.
Maka, dapat disimpulkan bahwa aktivitas menyusui bayi dapat membentuk ikatan batin yang kuat antara ibu dan bayi, menghadirkan perasaan aman dan tenang, merangsang produksi ASI, serta memperlancar ASI, sehingga bayi bisa lebih terpuaskan. ASI tidak hanya mengenyangkan perut bayi, tetapi mencukupi kebutuhan nutrisi dalam tubuh. Saat menyusui, terjalinlah ikatan psikologis antara ibu dan bayi, yang tidak diperoleh dari pemberian susu formula. Proses ini disebut perlekatan (bonding). Bila kondisi seperti itu terus dipertahankan hingga bayi berumur 2 tahun maka ia akan jarang menangis atau rewel. Pertumbuhan dan perkembangannya pun akan lebih cepat dan sehat, serta meningkatkan kecerdasannya.
2.3.2.6  Aspek Kecerdasan
Para ahli gizi sependapat bahwa ASI mengandung DHA dan AA yang dibutuhkan bagi perkembangan otak. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan eprtama setelah kelahiran bayi mempunyai dua dampak positif.
Pertama, proses pemberian ASI yang lancar memungkinkan asupan gizi menjadi lebih maksimal. Hal ini dikarenakan adanya interaksi yang baik antara ibu dan bayi, yang terjalin ketika menyusui.
Dengan asupan gizi yang optimal, ASI dapat membantu perkembangan sistem saraf otak yang berperan menignkatkan kecerdasan bayi.
Kedua, berdasarkan hasil penelitian di Denmark, diketahui bahwa bayi yang diberi ASI hingga lebih dari 9 bulan akan tumbuh cerdas. Hal tersebut dikarenakan ASI mengandung DHA dan AA. Sementara itu, bayi yang tidak diberi ASI mempunyai IQ (Intellectual Quotient) yang lebih rendah tujuh sampai delapan poin dibandingkan bayi yang diberi ASI secara eksklusif. Inilah yang diungkapkan oleh seorang konsultan neonatology RSCM di Jakarta, Prof. Rulina Suradi, Sp.A (K) IBCLC.
2.3.2.7  Aspek Neurologis
Dengan meminum ASI, koordinasi saraf pada bayi yang terkait aktivitas menelan, mengisap, dan bernafas semakin sempurna. Hal ini akan mengurangi resiko gangguan sesak napas pada bayi yang baru lahir, atau  terjadinya asma pada anak prasekolah. Tindakan tersebut juga mencegah gejala hipersekresi bronkus atau suara napas yang tidak beraturan pada bayi, yang mengarah pada gangguan sensitif di saluran pernapasan. Selain itu, bayi pun tidak mudah batuk, dan mencegah terjadinya infeksi saluran pernapasan.
2.3.2.8  Aspek Biaya
Ditinjau dari sudut biaya, maka dapat disimpulkan bahwa menyusui secara eksklusif dapat mengurangi biaya tambahan, yang diperlukan untuk membeli susu formula beserta peralatannya.
2.3.2.9  Aspek Penundaan Kehamilan
Menyusui secara eksklusif dapat menunda datang bulan dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang dikenal sebagai metode amenore laktasi (MAL).
(Prasteyono, 2009 : 32-45).

2.4  Manfaat Pemberian ASI
Beberapa manfaat ASI bagi bayi adalah sebagai berikut :
1.      Ketika bayi berusia 6-12 bulan, ASI bertindak sebagai makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, maka ASI perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Setelah berumur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan bayi, pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat bagi bayi.
2.      ASI memang terbaik untuk bayi manusia, sebagaimana susu sapi yang terbaik untuk bayi sapi.
3.      ASI merupakan komposisi makanan ideal untuk bayi.
4.      Para dokter menyepakati bahwa pemberian ASI dapat mengurangi risiko infeksi lambung dan usus, sembelit, serta alergi.
5.      Bayi yang diberi ASI lebih kebal terhadap penyakit ketimbang bayi yang tidak memperoleh ASI. Ketika ibu tertular penyakit melalui makanan, seperti gastroentritis atau polio, maka antibodi ibu terhadap penyakit akan diberikan kepada bayi melalui ASI.
6.      Bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning. Jumlah bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang seiring diberikannya kolostrum yang dapat mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tidak diberi pengganti ASI.
7.      ASI selalu siap sedia ketika bayi menginginkannya. ASI pun selalu dalam keadaan steril dan suhunya juga cocok.
8.      Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI semakin mendekatkan hubungan antara ibu dan anak. Bayi merasa aman, nyaman, dan terlindungi. Hal ini mempengaruhi kemapanan emosinya di masa depan.
9.      Pabila bayi sakit, ASI adalah makanan yang terbaik untuk diberikan kepadanya, karena ASI sangat mudah dicerna. Dengan mengkonsumsi ASI bayi semakin cepat sembuh.
10.  Bayi yang lahir prematur lebih cepat tumbuh jika diberi ASI. Komposisi ASI akan teradaptasi sesuai kebutuhan bayi. ASI bermanfaat untuk menaikkan berat badan dan menumbuhkan sel otak pada bayi prematur.
11.  Beberapa penyakit yang jarang menyerang bayi yang diberi ASI antara lain kolik, kematian bayi secara mendadak atua SIDS (Sudden Infant Death Syndrome), eksem, cbron’s disease, dan ulcerative colitis.
12.  IQ pada bayi yang memperoleh ASI lebih tinggi 7-9 poin ketimbang bayi yang tidak diberi ASI. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1997, kepandaian anak yang diberi ASI pada usia 9,5 tahun mencapai 12,9 poin lebih tinggi daripada anak yang minum susu formula.
13.  Menyusui bukanlah sekadar memberi makan, tetapi juga mendidik anak. Sambil menyusui, ibu perlu mengelus bayi dan mendekapnya dengan hangat. Tindakan ini bisa memunculkan rasa aman pada bayi, sehingga kelak ia akan memiliki tingkat emosi dan spiritual yang tinggi. Hal itu menjadi dasar bagi pembentukan sumber daya manusia yang lebih baik, yang menyayangi orang lain.
Selain bayi, ASI juga bermanfaat bagi ibu yang menyusui bayinya. Berbagai manfaat tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali ke masa prakehamilan, serta mengurangi risiko perdarahan.
2.      Lemak disekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali.
3.      Risiko terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu yang menyusui bayi lebih rendah ketimbang ibu yang tidak menyusui bayi.
4.      Menyusui bayi lebih menghemat waktu, karena ibu tidak perlu menyiapkan dan mensterilkan botol susu, dot dan lain sebagainya.
5.      ASI lebih praktis lantaran ibu bisa berjalan-jalan ke luar rumah tanpa harus membawa banyak perlengkapan, seperti botol, kaleng susu formula, air panas dan lain-lian.
6.      ASI lebih murah, karena ibu tidak perlu membeli susu formula beserta perlengkapannya.
7.      ASI selalu bebas kuman, sedangkan campuran susu formula belum tentu steril.
8.      Ibu yang menyusui bayinya memperoleh manfaat fisik dan emosional
9.      ASI tidak akan basi, karena senantiasa diproduksi oleh prabiknya di wilayah payudara. Bila gudang ASI telah kosong, ASI yang tidak dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh ibu. Jadi, ASI dalam payudara tidak pernah basi, sehingga ibu tidak perlu memerah dan membuang ASI-nya sebelum menyusui.
ASI juga bermanfaat bagi keluarga. Adapun manfaat ASI bagi keluarga adalah sebagai berikut :
1.      Tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli susu formula, botol susu, serta kayu bakar atau minyak tanah untuk merebus air, susu dan peralatannya.
2.      Jika bayi sehat, berarti keluarga mengeluarkan lebih sedikit biaya guna perawatan kesehatan.
3.      Penjarangan kelahiran lantaran efek kontrasepsi LAM dari ASI eksklusif.
4.      Jika bayi sehat, berarti menghemat waktu keluarga.
5.      Menghemat tenaga keluarga karena ASI selalu siap tersedia.
6.      Keluarga tidak perlu repot membawa botol susu, susu formula, air panas, dan lain sebagainya ketika bepergian.
ASI juga bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Adapun manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.      Menghemat devisa negara lantara tidak perlu mengimpor susu formula dan peralatan lainnya.
2.      Bayi sehat membuat negara lebih sehat.
3.      Penghematan pada sektor kesehatan, karena jumlah bayi yang sakit hanya sedikit.
4.      Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan angka kematian.
5.      Melindungi lingkungan lantaran tidak ada pohon yang digunakan sebagai kayu bakar untuk merebus air, susu dan peralatannya.
6.      ASI merupakan sumber daya yang terus-menerus diproduksi. (Prasetyono, 2009:56)

2.5  Keuntungan ASI
Beberapa keuntungan yang diperoleh bayi dari mengonsumsi ASI :
1.      ASI mengandung semua bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
2.      Dapat diberikan dimana saja dan kapan saja dalam keadaan segar, bebas bakteri, dan dalam suhu yang sesuai, serta tidak memerlukan alat bantu.
3.      Bebas dari kesalahan dalam penyediaan.
4.      Problem kesulitan pemberian makanan bayi jauh lebih sedikit daripada bayi yang mendapat susu formula.
5.      Mengandung zat anti yang berguna untuk mencegah penyakit infeksi usus dan alat pencernaan.
6.      Mencegah terjadinya keadaan gizi yang salah (marasmus, kelebihan makanan, dan obesitas)
Keuntungan ASI yang lain :
1.      Mengandung zat antivirus polio. Kandungan zat antipoliomielitik yang dapat mempengaruhi vaksinasi polio yang diberikan secara oral (OPV) :
a.       Masa laktasi 2-6 hari (kolostrum)
1)       Kandungan zat antipoliomielitik paling tinggi
2)       Mengandung zat antipoliomielitik tingkat 1 dan 2 sebesar 92,1%
3)       Mengandung zat antipoliomielitik tipe 3 sebesar 15,8%
b.      Masa laktasi pada bulan ke-4
1)       Kandungan zat antipoliomielitik tipa 3 mengalami penurunan
2)       Mengandung zat antipoliomielitik tipe 1 sebesar 7,8%
3)       Mengandung zat antipoliomielitik tipe 1 dan 3 sebesar 15,8%
c.       Masa laktasi pada bulan ke-5. Kandungan zat antipoliomielitik sudah tidak ada lagi dalam ASI
Beberapa pendapat dari penyelidikan terdahulu mengemukakan bahwa anak yang akan mendapatkan imunisasi polio (OPV) dianjurkan untuk tidak diberi ASI 2 jam sebelum dan sesudah mendapat vaksin tersebut. Alasannya :
a.       Dalam ASI terdapat zat penghambat yang dapat menetralisir virus polio di dalam traktus intestinalis bayi yang berumur 6 minggu.
b.      Kadar zat antibodi dalam ASI dan sisa cairan amnion yang ditelah bayi akan mempengaruhi pemberian OPV, tetapi kadar zat antibodi yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta tidak mempengaruhi pertumbuhan OPV di saluran pencernaan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa :
a.       Kadar zat antipoluimielitik pada ASI terus menurun dengan bertambahnya laktasi dan akan menghilangkan pada bulan ke-5.
b.      Pemberian vaksin OPV untuk bayi yang berumur kurang dari 3 bulan, sebelum dan sesudahnya tidak boleh diberi ASI karena kadar zat anti dalam ASI masih tinggi (terutama jika masih diberi kolostrum) dan ASI masih mengandung zat penghambat yang dapat menetralisir virus polio di traktus intestinalis, sehingga akan mempengaruhi vaksin yang diberikan.
c.       Pemberian OPV yang dimulai pada umur 3 bulan, sebelum dan sesudahnya dapat diberi ASI karena kadar zat anti dalam ASI pada bulan ke-3 sudah sangat rendah (antipoliomielitik tipe 1, 2, 3 yang masing-masing 5%, 0%, 1%).
2.      Mengandung zat anti-alergi. Penyakit alergi pada bayi lebih sering disebabkan oleh pengguna susu sapi daripada ASI. Zat anti-alergi pada bayi didapatkan dari kolostrum yang terkandung dalam ASI. Selain dari susu sapi, penyakit alergi pada bayi didapat juga dari makanan yang hiperalergenik, yang sering diberikan pada usia terlalu dini (0-4 minggu), seperti telur dan gandum. Hal tersebut dapat terjadi karena saluran pencernaan pada bayi yang belum matur, baik secara imunologis maupun anatomis, sehingga makromolekul protein asing mudah diserap. Oleh karena itu, tetap berikan kolostrum dan ASI yang mengandung SigA hingga 4-6 bulan. Hal ini tidak mencegah terjadinya alergi pada bayi.
(Idrus, 2008 : 16).

2.6  Kerugian
1.      Agar sukses memberi ASI, penting untuk memahami tentang cara menyusui. Cobalah untuk menimba ilmu dari ibu-ibu lain yang sudah berpengalaman.
2.      Anda tidak dapat mengatakan berapa banyak makanan yang dikonsumsi bayi- justru akan membingungkan jika harus diukur kuantitasnya.
3.      Menyusui sangat tergantung pada ibu. Jika tidak dapat menyusui bayinya, ibu harus memerah susunya dan menyimpannya di dalam botol.
4.      Dapat melelahkan untuk ibu makanan yang tidak mencukupi dan kurang tidur dapat membuat hari-hari pertama menjadi sangat melelahkan, terlebih jika tidak mendapat dukungan.
5.      Beberapa wanita merasa tidak nyaman menyusui.
(Idrus, 2008 :17).

2.7         Persiapan dan Teknik Menyusui
Persiapan menyusui pada masa kehamilan penting dilakukan. Ibu yang menyiapkan sejak dini akan lebih siap menyusui bayinya. Di beberapa Puskesmas dan tempat pelayanan kesehatan lainnya (rumah bersalin, rumah sakit) ada kelas “Bimbingan persiapan Menyusui” (BPM). Program ini merupakan bagian dari pelayanan ibu hamil yang mendukung keberhasilan menyusui. Diharapkan semua tempat pelayanan kesehatan yang melayani ibu hamil dapat menyediakan program ini.
Pelayanan BPM meliputi :
1.      Penyuluhan langsung maupun melalui bantuan sarana audio-visual atau media pendengaran, seperti video tentang :
a.       Keunggulan ASI dan kerugian susu buatan
b.      Manfaat rawat gabung
c.       Perawatan bayi
d.      Gizi ibu hamil dan menyusui
e.       Keluarga berencana (KB) dan lain-lain
2.      Dukungan psikologis untuk ibu dalam menghadapi persalinan dengan tujuan agar ibu meyakini kemampuannya dan keberhasilan menyusui.
3.      Pemeriksaan payudara
4.      Pemeriksaan puting susu
5.      Senam hamil
2.7.1        Persiapan Psikologis
Keberhasilan menyusui didukung oleh persiapan psikologis, yang dilakukan sejak masa kehamilan. Persiapan ini sangat berarti karena keputusan atau sikap ibu yang positif terhadap pemberian ASI harus sudah terjadi pada saat kehamilan, atau bahkan jauh sebelumnya. Sikap ibu terhadap pemberian ASI dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adat, kebiasaan, kepercayaan tentang menyusui di daerah masing-masing. Pengalaman menyusui pada kelahiran anak sebelumnya, kebiasaan menyusui dalam keluarga atau di kalangan kerabat, pengetahuan ibu dan keluarganya tentang manfaat ASI, juga sikap ibu terhadap kehamilannya (diinginkan atau tidak) berpengaruh terhadap keputusan ibu, apakah ia akan menyusui atau tidak. Dukungan dokter, bidan atau petugas kesehatan lainnya, teman atau kerabat dekat sangat dibutuhkan, terutama untuk ibu yang baru pertama kali hamil.
Penyuluhan atau penyebaran informasi melalui siaran radiom televisi, video, artikel di majalah, tabloid, surat kabar dapat meningkatkan pengetahuan ibu, tapi tidak selalu dapat mengubah apa yang dilakukan oleb ibu. Banyak ibu yang mempunyai masalah, tapi tidak dapat mengemukakannya, atau bahkan masalahnya tidak dapat diselesaikan oleh dokter/bidan atau petugas kesehatan lainnya. Penting sekali bahwa dokter/bidan atau petugas kesehatan lainnya berusaha agar ibu tertarik untuk menyusui. Dalam hal ini mungkin perlu dicari informasi mengenai keluarga atau kerabat ibu yang cukup berperan dalam kehidupan ini, suami dan keluarga besarnya.
Dokter, bidan atau petugas kesehatan lainnya harus dapat memberikan perhatian dan memperlihatkan pengertian terhadap kondisi/situasi ibu. Langkah-langkah persiapan ibu agar secara mental siap menyusui adalah :
1.      Memberikan dorongan kepada ibu dengan meyakinkan bahwa setiap ibu mampu menyusui bayinya. Kepada ibu dijelaskan bawha persalinan dan menyusui adalah proses alamiah, hampir semua ibu berhasil menjalankan. Katakan, bila ada masalah, dokter atau bidan dan petugas kesehatan lainnya akan menolongnya. Ibu tidak perlu ragu dan cemas.
2.      Meyakinkan ibu akan keuntungan ASI. Ajak ibu membicarakan susu formula dalam perbandingannya dengan ASI agar ibu bisa melihat keuntungan ASI dan kekurangan susu formula.
3.      Membantu ibu mengatasi keraguannya karena pernah bermasalah ketika menyusui pada pengalaman sebelumnya, atau mungkin ibu ragu karena mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang baik, yang dialami oleh kerabat atau keluarga lainnya.
4.      Mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan dalam keluarga. Pesankan bahwa ibu harus cukup beristirahat, yang diperlukan untuk kesehatannya sendiri dan bayinya sehingga perlu adanya pembagian tugas dalam keluarga.
5.      Memberi kesempatan ibu untuk bertanya setiap ia membutuhkannya. Dokter/bidan dan petugas kesehatan lainnya harus dapat memperlihatkan perhatian dan kesediannya untuk membantu ibu. Sikap tersebut akan dapat menghilangkan keraguan atau ketakutan ibu untuk bertanya tentang masalah yang tengah dihadapinya.
2.7.2        Pemeriksaan Payudara
Dalam masa kehamilan payudara ibu diperiksa sebagai persiapan menyusui. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui keadaan payudara sehingga bila terdapat kelainan dapat segera diketahui. Penemuan adnya kelainan payudara ditingkat dini diharapkan dapat dikoreksi agar ketika menyusui nanti bisa lancar. Pemeriksaan payudara dilaksanakan pada kunjungan pertama ibu ketika memeriksakan kehamilannya. Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi.


2.7.2.1  Inspeksi
a.       Payudara
1.      Ukuran dan bentuk
Tak seperti yang diduga masyarakat awam, ukuran dan bentuk payudara tidak berpengaruh pada produksi ASI. Perlu diperhatikan bila ada kelianan, seperti pembesaran masif, gerakan yang tidak simetris pada perubahan posisi.
2.      Kontur/permukaan
Permukaan yang tidak rata, adanya depresi, elevasi, retraksi atau luka pada kulit payudara harus dipikirkan ke arah tumor atau keganasan di bawahnya. Saluran limfe yang tersumber dapat menyebabkan kulit membengkak, dan membuat gambaran seperti kulit jeruk.
3.      Warna kulit
Pada umumnya sama dengan warna kulit perut atau punggung, yang perlu diperhatikan ialah, adanya warna kemerahan tanda radang, penyakit kulit atau bahkan keganasan.
b.      Areola
1.      Ukuran dan bentuk
Pada umumnya akan meluas pada saat pubertas dan selama kehamilan serta bersifat simetris. Bila batas areola tidak rata (tidak menlingkar) perlu diperhatikan lebih khusus.


2.      Permukaan
Dapat licin atau berkerut. Bila ada sisik putih perlu dipikirkan adanya penyakit kulit, kebersihan yang kurang atau keganasan.
3.      Warna
Pigmentasi yang meningkat pada saat kehamilan menyebabkan warna kulit pada areola lebih gelap dibanding sebelum hamil.
c.       Puting susu
1.      Ukuran dan bentuk
Ukuran puting sangat bervariasi dan tidak mempunyai arti khusus. Bentuk puting susu ada beberapa macam. Pada bentuk puting terbenam perlu dipikirkan retraksi akibat keganasan namun tidak semua puting susu terbenam disebabkan oleh keganasan.
2.      Permukaan
Pada umunya tidak beraturan. Adanya luka dan sisik merupakan suatu kelainan.
3.      Warna
Sama dengan areola karena juga mempunyai pigmen yang sama atau bahkan lebih.
2.7.2.2  Palpasi
a.       Konsistensi
Dari waktu ke waktu berbeda karena pengaruh hormonal.


b.      Massa
Tujuan utama pemeriksaan palpasi payudara adalah untuk mencari massa. Setiap massa harus digambarkan secara jelas letak dan ciri-ciri massa yang teraba harus dievaluasi dengan baik. Pemeriksaan ini sebaiknya diperluas sampai ke daerah ketiak.
c.       Puting susu
Pemeriksaan puting susu merupakan hal penting dalam mempersiapkan ibu untuk menyusui. Pemeriksaan ini dibahas khussu, lihat bagian selanjutnya dari tulisan ini.
Bila pada inspeksi dan palpasi ditemukan kelainan, maka sebaiknya segera ditangani atau dikonsultasikan kepada dokter ahli bedah atau dokter kebidanan. (Sigit, 2003 : 2)
2.7.3        Pemeriksaan Puting Susu
Untuk menunjang keberhasilan menyusui maka pada saat kehamilan puting susu ibu perlu diperiksa kelenturannya dengan cara :
a.       Sebelum dipegang periksa dulu bentuk puting susu
Gambar 2.6   Bentuk-Bentuk Puting Susu

b.      Cubit areola di sisi puting susu dengan ibu jari dan telunjuk
Gambar 2.7   Pemeriksaan Kelenturan Puting Susu, a. Puting Susu Pendek, Apakah Lentur Atau Tidak? b. Bila Dapat Ditarik Seperti Ini, Maka Kelenturannya Baik (Prolaktil), c. Bila Masuk Kedalam Seperti Ini Saat Dicoba Ditarik Maka Tidak Lentur

c.       Dengan perlahan puting susu dan areola ditarik, untuk membentuk “dot” bila puting susu :
1.      Mudah ditarik, berarti lentur
2.      Tertarik sedikit, berarti kurang lentur
3.      Masuk ke dalam, berarti puting susu terbenam
Apabila pada pemeriksaan didapatkan kelenturan yang kurang baik atau puting susu terbenam, maka tindakan pertama yang dilakukan adalah jangan menyatakan bahwa ibu mengalami abnormalitas atau kelainan. Ibu perlu diyakinkan bahwa ia tetap dapat menyusu bayinya karena bayi menyusu pada payudara dan bukan pada puting. Pada saat akan menyusui, puting susu dapat ditonjolkan mengggunakan pompa/spuit.
Bila pompa puting tidak tersedia, dapat dibuat sendiri dengan cara memodifikasi jarum suntuk 25 ml. Bagian ujung dekat jarum dipotong dan kemudian pendorong dimasukkan dari arah potongan tersebut. Cara penggunaan pompa puting yaitu dengan menempelkan ujung pompa/jarum suntik pada payudara, sehingga puting berada di dalam pompa. Kemudian tarik perlahan sehingga terasa ada tahanan dan dipertahankan selama 30 detik sampai 1 menit. Bila tersa sakit, tarikan dikendorkan. Prosedur ini diulang tiap kali pada saat akan menyusui.
Gambar 2.8   Penggunaan Modifikasi Jarum Suntik

Setelah persalinan, ibu dengan puting susu terbenam masih tetap dapat menyusui bayinya. Biarkan bayi menghisap dengan kuat pada posisi menyusui yang benar karena akan memacu peregangan puting. Bila ASI terlalu penuh, maka sebaiknya diperas dulu dengan tangan agar payudara tidak terlalu keras. Kemudian susukan bayi dengan dibantu sedikit penekanan pada bagian areola dengan jari sehingga membentuk “dot”.
Gambar 2.9   Cara Memegang Puting Susu Terbenam Pada Saat Menyusui
(Sigit, 2003 : 6)

2.7.4        Teknik Menyusui
Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami masalah ketika menyusui yang sebetulnya hanya karena tidak tahu cara-cara yang sebenarnya sangat sederhana. Cara meletakan bayi pada payudara ketika menyusui berpengaruh terhadap keberhasilan menyusui. Bayi, walaupun sudah dapat mengisap tetapi dapat mengakibatkan puting terasa nyeri. Selain itu mungkin masih ada masalah lain, terutama pada munggu pertama setelah persalinan. Saat ini ibu secara emosional lebih peka (sensitif). Sebenarnya kepekaan tersebut sangat membantu dalam proses pembentukan ikatan batin antara ibu dan anak. Ibu menunjukkan cintanya, kasih sayangnya kepada anak. Disisi lain ibu baru menjalani proses pendamping, yang dapat membimbingnya untuk bisa merawat bayi, termasuk menyusui. Disarankan agar ibu didampingi oleh orang yang dapat membantunya, terutama yang berpengaruh besar dalam kehidupannya atau yang diseganinya. Suami, keluarga, kerabat, atau kelompk ibu-ibu pendukung ASI dan dokter/bidan dan petugas kesehatan lainnya bisa menjadi pendamping ibu, yang siap memberikan dukungan terhadap keinginan ibu untuk bisa menyusui.
Dokter/bidan atau tenaga kesehatan yang berkecimpung dalam bidang laktasi seharusnya mengetahui bahwa menyusui itu merupakan suatu proses alamiah. Namun untuk mencapai keberhasilan menyusui diperlukan pengetahuan mengenai teknik-teknik yang benar sehingga pada saatnya dapat disampaikan kepada ibu yang memerlukan bimbingan setelah persalinan (Sigit, 2003 : 6).
2.7.5        Posisi dan Peletakan Menyusui
Ada berbagai macam posisi menyusui. Cara menyusui yang tergolong bisa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri, atau berbaring. Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti ibu pasca operasi sesar. Bayi diletakkan di samping kepala ibu dengan kaki diatas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola. Kedua bayi disusui bersamaan, di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi dengan posisi ini maka bayi tidak akan terdesak.
Gambar 2.10 Berbagai Macam Posisi Menyusui

Gambar 2.11 Peletakan Yang Benar dan Yang Salah

(Sigit, 2003 : 7).

2.7.6        Langkah-Langkah Menyusi Yang Benar
1.      Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
2.      Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara
a.       Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
b.      Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu dan bokong bayi terletak pada lengan. Kepala bayi tidak boleh tertengadah dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu.
c.       Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang satu didepan.
d.      Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi)
e.       Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
f.       Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
3.      Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang lain menopang di bawah. Jangan menekan puting susu atau areolanya saja.
Gambar 2.12 Cara Meletakkan Bayi dan Memegang Payudara

Gambar 2.13Merangsang Bayi Membuka Mulut

4.      Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex) dengan cara :
a.       Menyentuh pipi dengan puting susu atau
b.      Menyentuh sisi mulut bayi.
5.      Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi.
a.       Usahakan sebagian besar areola dapat masuk kedalam mulut bayi, sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah areola.
b.      Setelah bayi mulai mengisap, payudara tak perlu dipegang atau disangga lagi.
2.7.7        Cara Pengamatan Teknik Menyusui Yang Benar
Menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Untuk mengatasi bayi telah menyusu dengan taknik yang benar, perhatikan :
1.      Bayi tampak tenang
2.      Badan bayi menempel pada perut ibu
3.      Mulut bayi terbuka lebar
4.      Dagu bayi menempel pada payudara ibu
5.      Sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bagian bawah lebih banyak yang masuk
6.      Bayi nampak mengisap kuat dengan irama perlahan
7.      Puting susu ibu tidak terasa nyeri
8.      Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
9.      Kepala agak menengadah
Gambar 2.14 Teknik Menyusui Yang Benar

10.  Melepas isapan bayi
Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya ganti menyusui pada payudara yang lain. Cara melepas isapan bayi :
a.       Jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut atau
b.      Dagu bayi ditekan ke bawah
11.  Menyusui berikutnya mulai dari payudara yang belum terkosongkan (yang dihisap terakhir)
12.  Seteleh selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya.
13.  Menyendawakan bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah (gumoh-jawa) setelah menyusui. Cara menyendawakan bayi :
a.       Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan atau
b.      Bayi tidur, tengkurap di pangkuan ibu, kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan.
Gambar 2.15 Menyendawakan Bayi

(Sigit, 2003 : 10)
2.7.8        Lama Frekuensi Menyusui
Sebaiknya bayi disusui secara nir-jadwal (on-demand), karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing, kepanasan/kedinginan, atau sekadar ingin didekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosngkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal yang tak teratur, dan akan mempunyai pola tertentu setelah 2 minggu kemudian.
Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui nir-jadwal sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah timbulnya masalah menyusui. Ibu yang bekerja di luar rumah dianjurkan agar lebih sering menyusui pada malam hari. Bila sering disusukan pada malam hari akan memacu produksi ASI.
Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara maka sebaiknya setiap kali menyusui harus dengan kedua payudara. Pesankan kepada ibu agar berusaha menyusui sampai payudara terasa kosong, agar produksi ASI menjadi lebih baik. Setiap kali menyusui, dimulai dengan payudara yang terakhir disusukan.
Selama masa menyusui sebaiknya ibu menggunakan kutang (BH) yang dapat menyangga payudara, tetapi tidak terlalu ketat (Sigit, 2003 : 11).
2.7.9        Pengeluaran ASI
Apabila ASI berlebihan, sampai keluar memancar, maka sebelum menyusui sebaiknya ASI dikeluarkan terlebih dahulu untuk menghindari bayi tersedak atau enggan menyusu. Pengeluaran ASI juga berguna pada ibu bekerja yang akan meninggalkan ASI bagi bayinya di rumah, ASI yang merembes karena payudara penuh, pada bayi yang mempunyai masalah mengisap (masalah BBLR), menghilangkan bendungan atau memacu produksi ASI saat ibu sakit dan tidak dapat langsung menyusui bayinya.
Pengeluaran ASI dapat dilakukan dengan dua cara :
1.      Pengeluaran dengna tangan
Cara ini lazim digunakan karena tidak banyak membutuhkan sarana dan lebih mudah.
a.       Ibu diminta mencuci tangan sampai bersih
b.      Ibu atau keluarganya menyiapkan cangkir/gelas bertutup yang telah dicuci dengan air mendidih.
c.       Ibu melakukan massase atau pemijatan payudara dengan kedua telapak tangan dari pangkal ke arah areola. Minta ibu mengulangi pemijatan ini pada sekeliling payudara secara merata.
d.      Pesankan kepada ibu untuk menekan daerah areola ke arah dada dengan ibu jari di sekitar areola bagian atas dan jari telunjuk, jangan memijat/menekan puting karena dapat menyebabkan rasa nyeri/lecet.
e.       Minta ibu mengulangi tekan-peras-lepas-tekan-peras-lepas. Pada mulanya ASI tak keluar, jangan berhenti, setelah beberapa kali maka ASI akan keluar.
f.       Pesankan kepada ibu agar mengulangi gerakan ini pada sekeliling areola dari semua sisi sehingga yakin bahwa ASI telah diperas dari semua segmen payudara.
Gambar 2.16 Pengeluaran ASI Dengan Tangan

(Sigit, 2003 : 12)

2.7.10    Penyimpanan ASI
ASI yang dikeluarkan dapat disimpan untuk beberapa saat. Ada perbedaan lamanya disimpan dikaitkan dengan tempat penyimpanan :
1.      Di udara terbuka / bebas                           : 6-8 jam
2.      Di lemari es (40C)                                      : 24 jam
3.      Di lemari pendingin/beku (-180C) : 6 bulan
ASI yang telah didinginkan tidak boleh direbus bila akan dipakai, karena kualitasnya akan menurun, yaitu unsur kekebalannya. ASI tersebut cukup didiamkan beberapa saat didalam suhu kamar, agar tidak terlalu dingin, atau dapat pula direndam di dalam wadah yang telah berisi air panas. (Sigit, 2003 : 13)
2.7.11    Pemberian ASI Peras
Yang perlu diperhatikan pada pemberian ASI yang telah dikeluarkan adalah cara pemberiannya pada bayi. Jangan diberikan dengan botol/dot, karena hal ini akan menyebabkan bayi “bingung puting”. Berikan pada bayi dengan menggunakan cangkir atau sendok, sehingga bila saatnya ibu menyusui langsung, bayi tidak menolak menyusu.
Pemberian dengan menggunakan sendok biasanya kurang praktis dibandingkan dengan cangkir, karena membutuhkan waktu yang lebih lama. Namun pada keadaan dimana bayi membutuhkan hanya sedikit ASI, atau bayi sering tersedak/muntah, maka lebih baik bila ASI perasan diberikan dengan menggunakan sendok.
Cara pemberian dengan menggunakan cangkir :
1.      Ibu atau yang memberi minum bayi, duduk dengan memangku bayi.
2.      Punggung bayi dipegang dengan lengan.
3.      Cangkir diletakkan pada bibir bawah bayi.
4.      Lidah bayi berada di atas cangkir dan biarkan bayi mengisap ASI dari dalam cangkir (saat cangkir dimiringkan)
5.      Beri sedikit waktu istirahat setiap kali menelan.
Gambar 2.17 Pemberian ASI Dengan Cangkir dan Sendok

Selama dirumah sakit/rumah bersalin/puskesmas, ibu sedapat mungkin sudah dapat melakukan semua teknik menyusu dengan benar. Dalam hal ini peran dokter/bidan dan petugas kesehatan lainnya sangat penting. Lebih baik bila ada ibu-ibu kelompok pendukung ASI yang dapat menjadi teman berbincang ibu dalam hal menyusui. Biasanya komunikasi anar sesama ibu akan lebih terbuka/baik.
Dengan persiapan yang baik pada masa kehamilan dilanjutkan dengan persiapan dan penanganan selanjutnya di kamar bersalin, ruang rawat gabung maupun nasihat pada saat akan pulang, yang berkesinambungan akan menunjang keberhasilan menyusui (Sigit, 2003 : 14).

2.8         Masalah-Masalah Dalam Menyusui
Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun pada bayi. Pada sebagian ibu yang tidak paham masalah ini, kegagalan menyusui sering dianggap problem pada anaknya saja.
Masalah dari ibu yang timbul selama menyusui dapat dimulai sejak sebelum persalinan (periode antenatal), pada masa pasca persalinan dini, dan masa pasca persalinan lanjut. Masalah menyusui dapat pula diakibatkan karena keadaan khusus. Selain itu ibu sering benar mengeluhkan bayinya sering menangis, atau “menolak” menyusu, dan sebagainya yang sering diartikan bahwa ASInya tidak cukup, atau ASInya tidak enak, tidak baik, atau apapun pendapatnya sehingga sering menyebabkan diambilnya keputusan untuk menghentikan menyusui.
Masalah pada bayi umumnya berkaitan dengan manajemen lakatasi, sehingga bayi sering menjadi “bingung puting” atau sering menangis, yang mana sering diinterpretasikan oleh ibu dan keluarga bahwa ASI tidak tepat untuk bayinya (Sigit, 2003 :1).
2.8.1        Masalah Menyusui Pada Antenatal
Pada masa antenatal, masalah yang sering timbul adalah : kurang/salah informasi puting susu terbenam (retracted) atau puting susu datar.
2.8.1.1  Kurang/Salah Informasi
Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama baiknya atau malah lebih baik dari ASI sehingga cepat menambah susu formula bila merasa bahwa ASI kurang. Petugas kesehatanpun masih banyak yang tidak memberikan informasi pada saat pemeriksaan kehamilan atua saa memulangkan bayi. Sebagai contoh, banyak ibu/petugas kesehatan yang tidak mengetahui bahwa :
1.      Bayi pada minggu-minggu pertama defekasinya encer dan sering, sehingga dikatakan bayi menderita diare dan seringkali petugas kesehatan menyuruh menghenikan menyusui. Padahal sifat defekasi bayi yang mendapat kolostrum memang demikian karena kolostrum bersifat sebagai laksans.
2.      ASI belum keluar pada hari pertama sehingga bayi dianggap perlu diberikan minuman lain, padahal bayi yang lahir cukup bulan dan sehat mempunyai persediaan kalori dan cairan dan dapat mempertahankannya tanpa minuman selama beberapa hari.  Disamping itu, pemberian minuman sebelum ASI keluar akan memperlambat pengeluaran ASI oleh karena bayi menjadi kenyang dan malas menyusu.
3.      Karena payudara berukuran kecil dianggap kurang menghasilkan ASI padahal ukuran payudara tidak menentukan apakan produksi ASI cukup aau kurang karena ukuran ditentukan oleh banyaknya lemak dan payudara sedangkan kelenjar penghasil ASI sama banyaknya walaupun payudara kecil dan produksi ASI dapat tetap mencukupi apabila manajemen laktasi dilaksanakan dengan baik dan benar.
Informasi yang perlu diberikan kepada ibu hamil/menyusui antara lain :
1.      Fisiologi laktasi
2.      Keuntungan pemberian ASI
3.      Keuntungan rawat-gabung
4.      Cara menyusui yang baik dan benar
5.      Kerugian pemberian susu formula
6.      Menunda pemberian makanan lainnya paling kurang setelah 6 bulan
2.8.1.2  Puting susu datar atau terbenam
Puting yang kurang menguntungkan seperti ini sebenarnya tidak selalu menjadi masalah. Secara umum ibu tetap masih dapat menyusui bayinya dan upaya selama antenatal umumnya kurang berfaedah, misalnya dengan manipulasi hofman, menarik-narik puting, ataupun penggunaan breast shield dan breast shell. Yang paling efisien untuk memperbaiki keadaan ini adalah isapan langsung bayi yang kuat. Maka sebaiknya tidak dilakukan apa-apa, tunggu saja sampai bayi lahir. Segera setelah pasca lahir lakukan :
1.      Skin-to-skin kontak dan biarkan bayi mengisap sedini mungkin
2.      Biarkan bayi “mencari” puting kemudian mengisapnya, dan bila perlu coba berbagai posisi untuk mendapat keadaan yang paling menguntungkan. Rangsang puting biar dapat “keluar” sebelum bayi “mengambil”nya.
3.      Apabila puting benar-benar tidak bisa muncul, dapat “ditarik” dengan pompa puting susu (nipple puller), atau yang paling sederhana dengan sedotan spuit yang dipakai terbalik.
4.      Jika tetap mengalami kesulitan, usahakan agar bayi tetap disusui dengan sedikit penekanan pada areola mammae dengan jari sehingga terbentuk dot ketika memasukkan puting susu ke dalam mulut bayi.
5.      Bila terlalu penuh ASI dapat diperas dahulu dan diberikan dengan sendok atau cangkir, atau teteskan langsung ke mulut bayi. Bila perlu dilakukan ini hingga 1-2 minggu (Sigit, 2003 : 2).
2.8.2        Masalah Menyusui Pada Masa Pasca Persalinan Dini
Pada masa ini, kelainan yang sering terjadi antara lain : puting susu datar, atau terbenam, puting susu lecet, payudara bengkak, saluran susu tersumbat dan mastitis atau abses.
2.8.2.1  Puting Susu Lecet
Pada keadaan ini seringkali seorang ibu menghentikan menyusui karena putingnya sakit. Yang perlu dilakukan adalah :
1.      Cek bagaimana perlekatan ibu-bayi
2.      Apakah terdapat infeksi candida (mulut bayi perlu dilihat). Kulit merah, berkilat, kadang gatal, terasa sakit yang menetap, dan kulit kering bersisik (flaky)
Pada keadaan puting susu lecet, yang kadang kala retak-retak atau luka, maka dapat dilakukan cara-cara seperti :
1.      Ibu dapat terus memberikan ASInya pada keadaan luka tidak begitu sakit.
2.      Olesi puting susu dengan ASI akhir (hind milk). Jangan sekali-kali memberikan obat lain, seperti krim, salep, dan lain-lain
3.      Puting susu yang sakit dapat diistirahatkan untuk sementara waktu kurang lebih 1x24 jam, dan biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu sekitar 2x24 jam.
4.      Selama puting susu diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan tangan,  dan tidak dianjurkan dengan alat pompa karena nyeri.
5.      Cuci payudara sekali saja sehari dan tidak dibenarkan untuk menggunakan dengan sabun.
2.8.2.2  Payudara bengkak
Dibedakan antara payudara penuh, karena berisi ASI, dengan payudara bengkak. Pada payudara penuh: rasa berat pada payudara, panas dan keras. Bila diperiksa ASI keluar, dan tidak ada demam. Pada payudara bengkak, payudara udem, sakit, puting kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan bila diperiksa/isap ASI tidak keluar. Badan bisa demam setelah 24 jam. Hal ini terjadi karena antara lain produksi ASI meningkat, terlambat menyusukan dini, perlekatan kurang baik, mungkin kurang sering ASI dikeluarkan dan mungkin juga ada pembatasan waktu menyusui.
Untuk mencegah maka diperlukan (1) menyusui dini (2) menyusui “on demand”. Bayi harus lebih sering disusui. Apabila terlalu tegang, atau bayi tidak dapat menyusu sebaiknya ASI dikeluarkan dahulu, agar ketegangan menurun dan untuk merangsang refleks oxytocin maka dilakukan :
1.      Kompres panas untuk mengurangi rasa sakit
2.      Ibu harus rileks
3.      Pijat leher dan punggung belakang (sejajar daerah payudara)
4.      Pijat ringan pada payudara yang bengkak (pijat pelan-pelan ke arah tengah)
5.      Stimulasi payudara dan puting
Selanjutnya kompres dingin pasca menyusui, untuk mengurangi udem. Pakailah BH yang sesuai. Bila terlalu sakit dapat diberikan obat analgetik.
2.8.2.3  Mastitis atau abses payudara
Mastitis adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak kadangkala diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat. Di dalam terasa ada masa padat (lump) dan di luarnya kulit menjadi merah. Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3 minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut. Keadaan ini disebabkan kurangnya ASI diisap/dikeluarkan atau pengisapan yang tak efektif. Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau karena tekanan baju/BH. Pengeluaran ASI yang kurang baik pada payudara yang besar, terutama pada bagian bawah payudara yang menggantung (Sigit. 2003 : 3).
2.8.3        Masalah Menyusui Pada Keadaan Khusus
Termasuk didalam menyusui pada keadaan khusus adalah ibu melahirkan dengan bedah sesar, ibu sakit, ibu yang menderita hepatiti (HbsAg+), AIDS (HIV+), TBC paru, diabetes, ibu yang memerlukan pengobatan, dan ibu hamil.


1.      Ibu melahirkan dengan bedah sesar
Pada beberapa persalinan kadang-kadang perlu tindakan bedah sesar, misalnya panggul sempit, plasenta previa, dan lain-lain. Persalinan dengan cara ini dapat menimbulkan masalah menyusui, baik terhadap ibu maupun anak. Ibu yang mengalami bedah sesar dengan pembiusan umum tidak mungkin segera dapat menyusui, karena ibu belum sadar akiabt pembiusan. Apabila keadaan ibu mulai membaik (sadar) penyusunan dini dapat segera dimulai dengan bantuan tenaga perawat.
Bayipun mengalami akbiat yang serupa dengan ibu apabila tindakan tersebut menggunakan pembiusan umum. Karena pembiusan diterima ibu dapat sampai ke bayi melalui plasenta, sehingga bayi yang masih lemah akibat pembiusan juga akan mendapat tambahan narkose yang terkandung dalam ASI, sementara ibu masih belum sadar. Apabila ibu dan anak sudah membaik, rawat gabung dapat segera dilakukan :
Posisi menyusui yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
a.       Ibu dapat dalam posisi berbaring miring dengan bahu dan kepala yang ditopang bantal, sementara bayi disusukan dengan kakinya ke arah ibu.
b.      Apabila ibu sudah dapat duduk, bayi dapat ditidurkan di bantal di atas pangkuan ibu dengan posisi bayi mengarah ke belakang ibu di bawah lengan ibu.
c.       Dengan posisi memegang bola (football position) yaitu ibu terlentang dan bayi berada di ketiak ibu dengan kaki ke arah atas dan tangan ibu memegang kepala bayi.
2.      Ibu sakit
Pada umumnya ibu sakit bulan alasan untuk menghentikan menyusui, karena bayi telah diharapkan pada penyakit ibu sebelum gejala timbul dan dirasakan oleh ibu. Kecuali itu, ASI justri akan melinsungi bayi dari penyakit. Ibu memerlukan bantuan orang lain untuk mengurus bayi dan keperluan rumah tangga, karena ia memerlukan istirahat yang cukup.
Ibu sebaiknya mengatakan pada dokternya, bahwa ia menyusui, karena ada obat yang mungkin dapat mempengaruhi bayi, walaupun pada umumnya tidak ada obat yang harus dijadikan alasan untuk menghentikan menyusui, kecuali obat-obatan yang mengandung radioaktif.
a.       Ibu yang menderita hepatitis (HbsAg+) atau AIDS (HIV+)
Untuk kedua penyakit ini ditemukan berbagai pendapat. Yang pertama, bahwa ibu yang menderita hepatitis atau AIDS tidak diperkenankan menyusui bayinya, karena dapat menularkan virus kepada bayinya melalui ASI. Namun demikian pada kondisi negara-negara berkembang, dimana kondisi ekonomi masyarakat dan lingkungan yang buruk, keadaan pemberian makanan pengganti ASI justru lebih membahayakan kesehatan dan kehidupan bayi. Karenanya WHO tetap menganjurkan bagi kondisi masyarkat yang mungkin tidak akan sanggup memberikan PASI yang adekuat dalam jumlah dan kualitasnya, maka menyusui adalah jauh lebih dianjurkan daripada dilarang.
b.      AIDS (HIV+)
Dugaan peranan menyusui sebagai faktor risiko untuk menderita AIDS pada bayi atau anak dimulai dari adanya laporan dari beberapa negara seperti Rwanda, Australia, Perancis, Amerika Serikat, dan Zaire tentang ibu yang mendapat transfusi yang mengandung HIV pasca persalinan karena berbagai sebab. Ternyata kemudian bayinya terinfeksi oleh HIV. Berdasarkan laporan inilah kemudian diduga ASI dapat sebagai media penularan HIV. Bahkan ada laporan juga bahwa HIV dapat diisolasi dari ASI.
Walaupun demikian ada yang tidak sependapat bahwa ASI sebagai media peluaran HIV. Masalahnya, pada laporan tesebut belum dapat dibuktikan bahwa ASIlah faktor satu-satunya yang menyebabkan terjadinya penularan pada bayi atau anak tersebut. Juga ada laporan yang menyebutkan bahwa walaupun ibunya positif mengandung HIV, anaknya tidak pernah HIV positif. Pendapat ini disokong oleh data epidemiologi, yaitu bahwa angka penularan perinatal yang dikumpulkan dari seluruh dunia sebesar 25-50%. Di Haiti 25% anak dari ibu yang terinfeksi juga terinfeksi, padahal hampir semuanya disusui bayinya. Sebaliknya di Amerika Serikat, angka penularan dari ibu lebih tinggi, sebesar 30%, padahal hanya 32% ibu yang menyusui bayinya.
Masalahnya sekarang apakah diperbolehkan ibu yang mengidap HIV menyusui bayinya? Adanya dugaan bahwa kemungkinan virus AIDS dapat ditularkan melalui ASI menyebabkan center for disease control (Amerika Serikat) melarang ibu yang terinfeksi HIV menyusui bayinya, sebaliknya WHO membolehkan. Pandangan yang berbeda antara du badan ini disebabkan oleh latar belakang yang berbeda. Di kebanyakan bagian dunia ASI mempunyai peran yang sangat penting karena mengandung zat gizi yang baik. Mengandung zat anti infeksi serta ekonomis, sebaliknya bagi Amerika Serikat masalah biaya dan tersedianya susu formula tidak menjadi masalah sehingga pertimbangan keselamatan lebih diutamakan. Walaupun demikian ada juga pandangan lain yang memperbolehkan ibu yang terinfeksi menyusui bayinya, yaitu bilamana penularan sudah terjadi saat persalinan atau bahkan in-utero, justru ASI akan melindungi bayi dari infeksi lain yang menyertai ASI.
Pendapat lain yang meninjau dari segi praktis, bahwa jiak larangan menyusui hanya ditujukan pada ibu yang benar-benar positif, maka tidak akan banyak mempengaruhi angka menyusui, tetapi sulit dapat dipastikan pada semua golongan bahwa seorang ibu benar-benar terinfeksi, akibatnya larangan menyusui akan ditujukan juga untuk ibu-ibu yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi, sehingga larangan ini akan banyak menurunkan angka menyusui, artinya berlebihan cakupannya.
Maka WHO menganjurkan pada setiap wilayah/negara untuk memilih sendiri apakah akan melarang atau menganurkan menyusui. Untuk negara berkembang, dianjurkan ibu-ibu harus tetap menyusui eksklusif selama 3 bulan. Dalam observasi selama ini penularan sebelum usia ini masih sangat rendah.
c.       Hepatitis (HbsAg+)
Sampai saat ini pandangan mengenai boleh tidaknya seorang ibu dengan hepatitis B menyusui anaknya juga didasarkan atas dasar yang serupa dengan AIDS. Menurut American Academi of Pediatricans, seorang ibu dengan HbsAg+ dapat menyusui bayinya setelah bayinya diberi imunisasi Hepatitis B. Memang HbsAg+ ditemukan juga dalam ASI, tetapi belum pernah dilaporkan adanya penularan melalui ASI. Kolostrum ternyata juga tidak mengandung virus hepatitis B. Penelitian yang dikerjakan pada pengidap virus hepatitis B, ternyata kadar HbAg darah pada anak-anaknya tidak berbeda bermakna dibanding pada anak-anak dari ibu yang tidak mengandung HbsAg. Kecuali itu dalam ASI terdapat zat protektif terutama limfosit yang menghasilkan SigA dan interferon yang dapat membunuh virus hepatitis B.
Program imunisasi global menganjurkan vaksinasi hepatitis B diberikan segera saat bayi lahir atau paling tidak pada 24 jam pasca lahir. Dan WHO memang menganjurkan pada ibu dengan hepatitis B, untuk tetap menyusui eksklusif terutama bagi negara-negar berkembang.
d.      Ibu dengan TBC Paru
Kuman TBC tidak melalui ASI sehinga bayi boleh menyusu. Ibu perlu diobati secara adekuat dan diajarkan pencegahan penulara npada bayi dengan menggunakan masker. Bayi tidak langsung diberi BCG oleh karena efek proteksinya tidak langsung terbentuk. Walaupun sebagian obat anti tuberkulosis melalui ASI, bayi tetap diberi INH dengan dosis penuh sebagai profilaksis. Setelah 3 bulan pengobatan secara adekuat biasanya ibu sudah tidak menularkan lagi dan setelah itu pada bayi dilakuka uji Mantoux. Bila hasilnya negatif terapi INH dihentikan dan bayi diberi vaksinasi BCG.
e.       Ibu dengan diabetes
Bayi dari ibu dengan diabetes sebaiknya diberikan ASI, namun perlu dimonitor kadar gula darahnya
3.      Ibu yang memerlukan pengobatan
Seringkali ibu menghentikan penyusunan bila meminum obat-obatan karena takut obat tersebut dapat mengganggu bayi. Kadar oabt dalam ASI tegantung dari masa paruh obat dan rasio obat dalam plasma dan ASI. Padahal kebanyakan obat hanya sebagian kecil yang dapat melalui ASI dan jarang berakibat kepada bayi, sehingga kita tidak dapat mengobati bayi dengan menyuruh ibu memakan obat tersebut. Memang ada beberapa orang yang sebaiknya jangan diberikan kepada ibu yang menyusui dan sebaiknya bila ibu memerlukan obat, pilihlah obat yang mempunyai masa-paruh obat pendek dan yang mempunyai rasio ASI-plasma kecil atau dicari obat alternatif yang tidak berakibat kepada bayi. Disamping itu dianjurkan juga kepada ibu, bila memerlukan obat maka sebaiknya diminum segera setelah menyusui.
4.      Ibu hamil
Kadangkala ibu sudah hamil lagi padahal bayinya masih menyusu. Dalam hal ini tidak ada bahaya untuk ibu maupun janinnya bila ibu meneruskan menyusui bayinya namun ibu harus makan lebih banyak lagi. Perlu dijelaskan kepada ibu bahwa ia akan mengalami :
a.       Puting lecet
b.      Keletihan
c.       ASI berkurang
d.      Rasa ASI berubah
e.       Kontraksi uteris (Sigit, 2003 : 6)
2.8.4        Masalah Pada Bayi
Masalah pada bayi dapat berupa keluhan bayi sering menangis, bingung puting, bayi dengan kondisi tertentu, misal BBLR, ikterik, sumbing, kembar dll.
2.8.4.1  Bayi sering menangis
Menangis untuk bayi adalah cara berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya. Karena itu bila bayi sering menangis perlu dicari sebabnya, dan sebabnya tidak selalu karena kurang ASI.
1.      Perhatikan, mengapa bayi menangis, apakah karena laktasi belum berjalan baik, atau sebab lain, seperti ngompol, sakit, merasa jemu, ingin digendong atau disayang.
2.      Keadaan itu merupakan hal yang biasa dan ibu tak perlu cemas, karena kecemasan ibu dapat mengganggu proses laktasi itu sendiri,dan akibatnya produksi ASI bisa berkurang.
3.      Cobalah atasi dengan memeriksa pakaian bayi, mungkin perlu diganti karena basah, coba mengganti posisi bayi menjadi tengkurap, atau digendong dan dibelai.
4.      Mungkin bayi belum puas menyusu karena posisi bayi tidak benar saat menyusu akibatnya ASI tak sempurnay keluarnya.
5.      Bayi menangis mempunyai maksud menarik perhatian terutama ibu karena sesuatu hal, oleh karenanya janganlah membiarkan bayi menangis terlalu lama; ia akan menjadi lelah, kemampuan menyusu kurang, kecuali itu ibu juga menjadi kesal, sehingga dapat mengganggu proses laktasi. Sering bayi hanya mempunyai masalah psikologis, ingin merasa aman dan menginginkan perhatian ibu.
Secara sitematis sebab bayi menangis dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.      Bayi merasa tidak “aman”
Ia justru membutuhkan banyak dekapan dan “ditemani selalu”.
2.      Bayi merasakan sakit
Panas, kolik, hidung tersumbat, dll.
3.      Bayi basah
Ngompol, bab tak lekas diganti, dll.
4.      Bayi kurang gizi
Kurang sering menyusu, kurang lama menyusu, menyusu tidak efisien.
Terdapat pula beberapa hal yang merubah “pola” bayi:
1.      Kelaparan karena percepatan pertumbuhan usai 2 mg, 6 mg, dan 3 bulan
2.      Makanan ibu : alergi terhadap susu sapi, kedelai, telur, kacang
3.      Obat-obatan yang dikonsumsi ibu : cafein, kopi/teh/cola dan rokok.
4.      Terlalu banyak foremilk: kurang hindmilk, karena terlalu cepat dipindah, atau pancaran ASI terlalu kuat.
5.      Kolik : tak jelas penyebabnya mengapa ususnya “aktif”, biasanya berkurang setelah usia 3 bulan/
6.      Bayi dengan “banyak kebutuhannya”
2.8.4.2  Bayi bingung puting
Bingung puting (nipple confusion) adalah suatu keadaan yang terjadi karena bayi mendapat susu formula dalam botol berganti-ganti dengan menyusu pada ibu. Peristiwa ini terjadi karena mekanisme menyusu pada puting ibu berbeda dengan mekanisme menyusu pada botol. Menyusu pada ibu memerlukan kerja otot-otot pipi, gusi, langit-langit dan lidah, sebaliknya pada menyusu botol bayi secara pasit dapat memperoleh susu buatan. Yang menentukan pada menyusu botol adalah faktor dari “si pemberi” antara lain kemiringan botol atau tekanan gravitasi susu, besar lubang dan ketebalan karet dot.
Tanda-tanda bayi bingung puting
1.      Bayi mengisap putingseperti mengisap dot
2.      Mengisap secara terputus-putus dan sebentar-sebentar
3.      Bayi menolak menyusu
Karena itu untuk menghindari bayi bingung puting :
1.      Jangan mudah mengganti ASI dengan susu formula tanpa indikasi (medis) yang kuat.
2.      Kalau terpaksa harus memberikan susu formula, berikan dengan sendok atau pipet, dan bahkan cangkir, jangan sekali-kali menggunakan botol dan dot atau bahkan memberi kempeng.
2.8.4.3  Bayi prematur dan bayi kecil (berat badan lahir rendah)
Bayi kecil, prematur atau dengan berat badna lahir rendah (BBLR) mempuyai masalah menyusui karena refleks mengisapnya masih relatif rendah. Oleh karenanya bayi kecil justru harus cepat dan lebih sering dilatih menyusui. Berikan sesering mungkin walaupun waktu menyusunya pendek-pendek.
Untuk merangsang mengisap sentuhlah langit-langit bayi dengan jari ibu yang bersih. Bila bayi dirawat di RS, harus sering dijenguk, dilihat, disentuh dengan kasih sayang, dan bila mungkin disusui langsung. Bila belum bisa menyusui, ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa, yang kemudian diberikan dengan sendok atau cangkir.
1.      Bayi usia kehamilan < 30 minggu. BBL < 1250 gram. Biasanya diberi cairan infus selama 24-48 jam pertama. Lalu diberikan ASI yang diperas dan diberikan dengan menggunakan pipa nasogastrik.
2.      Usia 30-32 minggu (BBL 1250-1500 gram) : dapat menerima ASI dari cangkir/ sendok sekali atau duakali sehari sementara masih menerima juga makanan lewat pipa. Lama-lama makanan pipa makin berkurang dan ASI ditingkatkan.
3.      Usia 32-34 minggu (BBL 1500-1800 gram), bati dapat mulai menyusu dari payudara langsung diperlukan ketelatenan dan kesabaran.
4.      Usia > 34 minggu (BBL > 1800 gram); biasanya bia mendapatkan semua kebutuhan dari payudara, walaupun kadang tambahan ASI cangkir juga masih dibutuhkan.
2.8.4.4  Bayi kuning (ikterik)
Kuning dini terjadi pada bayi usia antara 2-10 hari. Bayi kuning lebih sering terjadi dan lebih berat kasusnya pada bayi-bayi yang tidak mendapat ASI cukup. Warna kuning disebabkan kadar bilirubin yang tinggi dalam darah (hiperbilirubinemia), yang dapat terlihat pada klit dan sklera (putih mata). Pada orang dewasa terlihat kuning bila kadar sebelum mencapai kira-kira 2 mg/100 ml, tetapi pada bayi baru lahir jarang terjadi sebelum mencapai kadar 5 mg/100 ml. Untuk mencegah agar warna kuning tidak lebih bear bayi jelas membutuhkan lebih banyak menyusui. Yang harus dilakukan adalah :
1.      Mulai menyusui segera setelah bayi lahir
2.      Sesuai bayi sering mungkin, tanpa dibatasi
Menyusui dini sangat penting, karena bayi akan mendapat kolostrum dan susu Jolong (susu awal). Kolostrum bersifat purgatif ringan, sehingga membantu bayi untuk mengeluarkan mekonium (fases bayi pertama yang berwarna kehitaman). Bilirubin dikeluarkan melalui feses, jadi disini kolostrum berfungsi mencegah dan menghilangkan bayi kuning.
2.8.4.5  Bayi kembar
Ibu perlu diyakinkan bahwa alam sudah menyiapkan air susu bagi semua makhluk menyusui termasuk manusia, sesuai kebutuhan pola pertumbuhan masing-masing. Oleh karena itu, semua ibu tanpa kecuali sebenarnya sanggup menyusui bayi kembarnya.
Mula-mula ibu dapat menyusui seorang demi seorang, tetapi sebenarnya ibu dapat menyusui sekaligus berdua. Salah satu posisi yang mudah untuk menyusui adalah dengan posisi memegang bola (football position). Jika ibu menyusui bersama-sama, bayi haruslah menyusu pada payudara secara bergantian, dengan hanya menetap pada satu payudara saja. Alasannya ialah, kecuali memberi variasi kepada bayi (dia juga tidak hanya menatap satu sisi terus, agar tidak juling), juga kemampuan menyusu masing-masing bayi mungkin berbeda, sehingga memberikan kesempatan pada perangsangan puting untuk terjadi seoptimal mungkin.
Walaupun football position merupakan cara yang baik, ibu sebaiknya mencoba posisi-posisi lainnya secara berganti-ganti. Yang penting susuilah bayi lebih sering, dengan waktu penyusuan yang diinginkan masing-masing bayi, umumnya lebih dari 20 menit. Bila ada yang harus dirawat di RS, susuilah bayi yang dirumah, dan peraslah ASI dari payudara lainnya untuk bayi yang dirawat itu. Ibu juga sebaiknya mempunyai pembantu, karena ibu perlu istirahat agar tidak terlalu kelelahan.
2.8.4.6  Bayi sakit
Sebagian kecil sekali dari bayi yang sakit, dengan indikasi khsusu tidak diperbolehkan mendapatkan makanan peroral, tetapi apabila sudah diperbolehkan, maka ASI harus terus diberikan. Bahkan pada penyakit-penyakit tertentu justru harus diperbanyak yaitu minimal 23 kali dalam 24 jam, misal pada diare, pneumonia, TBC, dan lain-lain. Bila bayi sudah dapat menghisap, maka ASI peras dapat diberikan dengan cangkir atau dengan pipa nasogastrik.
Normalnya, buang air besar bayi ASI memang sampai 6 kali sehari, fesesnya lembek dan warna kekuningan, tetapi ini bukanlah mencret. Bayi yang mendapat ASI sebenarnya jarang menderita mencert. Bayi yang menderita mencret justru memerlukan cairan yang cukup untuk rehidrasi, dan mungkin memerlukan tatalaksana khsusu sesuai dengan kondisi anak. Dan ASI adalah nutrisi terbaik bagi bayi normal, apalagi diwaktu sakit. Maka tidak ada alasan sama sekali untuk menghentikan ASI, karena ASI terbukti tidak merugikan bayi yang mencret, justru mempunyai keuntungan-keuntungan.
Pada anak yang mendapat ASI dan menderita diare, lama diare lebih pendek dan lebih ringan dibanding anak diare yang tidak mendapat ASI.
Jadi manfaat ASI pada diare :
1.      ASI dapat digunakan untuk mengganti cairan yang hilang (rehidrasi)
2.      ASI mengandung zat-zat gizi yang berguna untuk memenuhi kecukupan zat gizi selama diare yang dengan sendirinya diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan.
3.      ASI mengandung zat kekebalan terhadap kuman penyebab diare.
4.      ASI mengandung zat yang bermanfaat untuk pertumbuhan sel selaput lendir usus yang biasanya rusak akibat diare.
ASI dapat diterima dengan baik oleh anak yang menderita muntah-muntah dan mencret. Kecuali diare, bayi sering kali juga muntah-muntah. Muntah pada bayi disebabkan oleh berbagai hal. Tatalaksana khusus diperlukan tergantung pada latar belakang penyebabnya. Menyusui bkan kontraindikasi untuk anak muntah, dan anak dengan muntah dapat menerima ASI dengan baik. Susuilah bayi dalam posisi duduk, sedikit-sedikit tetapi lebih sering. Sendawakan bayi seperti biasanya, tetapi jangan menggoyang-goyang bayi, karena dapat menyebabkan muntah kembali. Kalau ibu ingin menidurkan bayi, tidurkan dalam posisi tengkurap atau miring ke kanan, karena posisi terlentang atau miring ke kiri memungkinkan bayi tersedak karena regurgitasi.
2.8.4.7  Bayi sumbing (dan celah palatum/langit-langit)
Pendapat bahwa bayi sumbing tidak dapat menyusu adalah tidak benar. Bila sumbing pallatum molle (langit-langit lunak) ataupun bila termasuk pallatum durum (langit-langit keras), bayi dengan posisi tertentu masih dapat menyusu tanpa kesulitan. Ibu harus tetap mencoba menyusu bayinya, karena bayi masih bisa menyusu dengan kelainan seperti ini. Keuntungan khusus untuk keadaan ini adalah, bahwa menyusu justru dapat melatih kekuatan otot rahang dan lidah, sehingga memperbaiki perkembangan bicara naak. Kecuali itu menyusu mengurangi kemungkinan terjadinya otitis media (radang telinga tengah), padahal bayi dengan palatoskisis (celah pada langit-langit) mudah terkena radang ini.
Cara menyusui yang dianjurkan adalah :
1.      Posisi bayi duduk
2.      Puting dan areola dipegang selagi menyusui, hal ini sangat membantu bayi untuk mendapatkan cukup ASI
3.      Ibu jari ibu dapat dipakai sebagai penyumbat celah pada bibir bayi
4.      Bila bayi mempunyai sumbing pada bibir dan langit-langit (labiopalatoskisis), ASI dikeluarkan dengan cara manual ataupun pompa, kemudian diberikan dengan sendok/pipet, atau botol dengan dot yang panjang sehingga ASI dapat masuk dengan sempurna. Dengan cara ini bayi akan belajar mengisap dan menelan ASI, menyesuaikan dengan irama pernapasannya.
2.8.4.8  Bayi dengan lidah pendek (lingual frenulum)
Keadaan seperti ini jarang terjadi, yaitu bayi mempunyai lingual frenulum (jaringan ikat penghubung lidah dan dasar mulut) yang pendek dan tebal serta kaku tak elastis, sehingga membatasi gerak lidah dan bayi tidak dapat menjulurkan lidahnya untuk “mengurut” puting dengan optimal.
Bayi pada kondisi seperti ini akan sukar dapat melaksanakan laktasi dengan sempurna, karena lidah tak sanggup “memegang” puting dan areola dengan baik. Ibu dapat membantu dengan menahan kedua bibir bayi segera setelah bayi dapat “menangkap” puting dan areola dengan benar. Pertahankan kedudukan kedua bibir bayi agar posisi tidak berubah-ubah.
Pada beberapa keadaan frenulum perlu digunting, suatu operasi sangat kecil, seorang dokter gigipun dapat melakukannya. Pengguntingan ini tidak memerlukan anestesi (mati rasa), luka lekas sembuh dan perdarahan darah kecil.
2.8.4.9  Bayi yang memerlukan perawatan
Bila bayi sakit dan memerlukan perawatan padahal bayi masih menyusu pada bayi, sebaiknya bila ada fasilitas, ibu ikut dirawat agar pemberian ASI tetap dapat dilanjutkan. Seandainya hal ini tidak memungkinakn maka ibu dianjurkan memerah ASI setiap 3 jam dan disimpan didalam lemari es untuk kemudian sehari sekali diantar kerumah sakit di dalam termos es. Perlu diberikan tanda pada botol penampungan ASI, jam berapa ASI diperah agar yang lebih dahulu diperah dapat diberikan terlebih dahulu.(Sigit. 2003  : 13)
2.8.5        Menyusui Dalam Keadaan Darurat
Masalah pada keadaan darurat adalah
1.      Kondisi ibu yang panik dapat saja mengurangi produksi ASI
2.      Sumbangan makanan berupa makanan pengganti ASI tidak terkontrol
Rekomendasi untuk keadaan darurat :
1.      Pada keadaan kedaruratan pemberian ASI harus dilindungi.
2.      Pemberian makanan pengganti ASI (PASI) hanya dapat diberikan pada kondisi tertentu
3.      Pemberian PASI hanya untuk waktu yang dibutuhkan
4.      Bila diperlukan pemberian PASI tidak boleh dengan botol. (Sigit, 2003 : 14)



2.9         Kerangka Konsep
Tingkat pengetahuan terdiri dari komponen :
-          Tahu
-          Paham
-          Aplikasi
-          Analisa
-          Sintesis
-          Evaluasi
Tingkat pengetahuan ibu tentang manfaat ASI eksklusif, yang meliputi
-          Bagi bayi
-          Bagi ibu
-          Bagi masyarakat
-          Bagi negara
Diterapkan
Tidak Diterapkan
Penerapan ASI eksklusif
Dengan kriteria :
-          Baik 76-100%
-          Cukup 56-75%
-          Kurang ≤ 55%
Ada/tidak ada hubungan
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005 : 68).












Keterangan :                                        
                   = Di teliti
                   = Tidak diteliti

Gambar 2.18 Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Manfaat ASI Eksklusif dengan Penerapan ASI Eksklusif di Desa Badas Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2010

Kerangka konsep tersebut menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan yang terdiri dari tahu, paham, aplikasi, analisa, sintesis dan evaluasi mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang manfaat ASI ekslusif yang memiliki kriteria baik (76-100%), cukup (56-76%), kurang (≤ 55%). Sedangkan tingkat pengetahuan ibu tentang manfaat ASI eksklusif mempengaruhi penerapan ASI eksklusif. Hubungan antara tingkat pengetahuan tentang manfaat ASI eksklusif dengan penerapan ASI eksklusif.

2.10     Hipotesis
H1     : ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif dengan penerapan ASI eksklusif di desa Badas Sumobito Jombang.
HO     : tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif dengan penerapan ASI eksklusif di desa Badas Sumobito Jombang.



BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah cara memecahkan masalah menurut metode keilmuan yang akan digunakan dalam penelitian (Notoatmodjo,2001). Pada bab ini disajikan antara lain: 1) Desain penelitian, 2) Lokasi dan waktu penelitian, 3) Populasi, sampel, dan sampling, 4) Kriteria sampel, 5) Identifikasi variable, 6)  Definisi Operasional, 7) Pengumpulan data dan Analisis data, 8) Alat ukur, 9) Etika Penelitian, 10) Keterbatasan.
3.1  Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan (Nursalam, 2003 : 80).
Desain dalam penelitian ini adalah menggunakan deskriptif  analitikdengan pendekatan cross sectional dimana yang bertujuan untuk mengetahui atau mangukur hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif dengan penerapan ASI eksklusif di Desa Badas Sumobito Jombang.

3.2  Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1        Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Badas kecamatan Sumobito kabupaten Jombang.
3.2.2        Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu pelaksanaan dan perencanaan mulai pembuatan proposal hingga menulis laporan penelitian/KTI. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari-Juni tahun 2010.

3.3  Populasi, Sampel, dan Sampling
3.3.1        Populasi
Populasi, disebut juga universe adalah sekelompok individu yang tinggal di wilayah yang sama yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
(Chandra, 2007 : 32).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu menyusui didesa Badas kecamatan Sumobito kabupaten Jombang sebanyak 81 ibu menyusui.
3.3.2        Sample
Sampel adalah bagian yang diambil dari keseluruhan objek yang  diteliti dan dianggap mewakili seluruh pupolasi (Notoatmojo, 2005 : 79).
Pada penelitian ini sample yang diambil adalah sebagian ibu menyusui di Desa Badas Sumobito Jombang. Besar sample dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus berikut : n= 50%x81=40,5=41 responden

Kriteria Sampel
Kriteria sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.    Ibu menyusui dengan usia bayi 0-6 bulan.
b.   Ibu menyusui yang bersedia menjadi responden dengan menandatangani surat persetujuan menjadi peserta penelitian
c.    Ibu yang bisa membaca dan menulis
3.3.3        Sampling Desain
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi teknik sampling adalah suatu cara atau teknik-teknik tertentu yang digunakan untuk populasi berlebihan sampel, sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya (Notoatmodjo, 2005 : 79).
                        Pada penelitian ini menggunakan probability sampling dengan teknik sampel random sampling yaitu pemilihan sample dengan pemilihan sampel dengan menetapkan kriteria, sehinga sapel tersebut memenuhi karakteristik.

3.4  Identifikasi Variable
Variable adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, dan ukuran yang dimiliki atas didapat oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu, misalnya: Umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pendapatan, dan sebagainya (Notoatmojo, 2005:70).


3.4.1        Variabel Independent
Variebel indenpenden adalah variable yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variable dependent (terikat) (Sugiyono, 2008:39).
Dalam penelitian ini variable independent adalah tingkat pengetahuan ibu menysui tentang ASI eksklusif.
3.4.2        Variabel Dependent
Variable dependent adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008:39). Dan yang menjadi variabel dependent adalah penerapan ASI eksklusif.

3.5  Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjelasan dari semua variable dan istilah yang digunakan dalam penelitian secara operasional hingga mempermudah penelitian (Nursalam, 2008 : 100).
Table 3.1 Definisi Operasional

No
Variabel
Definisi Operasional
Cara mengukur
Skala
Kriteria
1








2
Independen
Tingkat pengetahuan ibu tentang manfaat ASI eksklusif



Dependen
Penerapan ASI eksklusif
Sesuatu yang diketahui responden tentang manfaat ASI eksklusif  yang terdiri dari:
-          Manfaat bagi bayi
-          Manfaat bagi ibu
-          Manfaat bagi masayarakat
-          Manfaat bagi negara
Suatu yang diterapkan mengenai ASI eksklusif pada bayi umur 0-6 bulan
Kuesioner








Kuesioner
Ordinal








Nominal
Baik = 76-100%
Cukup = 56-75%
Kurang = ≤ 55%
 B=1,  S=0





Ya = Menerapkan,
Tidak = tidak diterapkan
B=1,  S=0
3.6  Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu proses.
Dalam penelitian ini menggunakan data primer. Data primer dikumpulkan dengan cara menyebar kuesioner dan dibagikan pada ibu menyusui yang memiliki bayi umur 0-6 bulan didesa Sumobito kabupaten Jombang. 

3.7  Instrument
Untuk instrument pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengedarkan satu daftar pertanyaan formulir-formulir kepada sejumlah obyek yang mendapatkan jawaban-jawaban informasi dan sebagainya (Nursalam, 2008: 109). Dalam penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup artinya kuesioner berbentuk pilihan dimana pilihan jawaban telah tersedia.

3.8  Teknik Pengolahan Data
3.8.1        Editing
Dalam penelitian ini proses editing digunakan dalam memilah-milah responden berdasarkan karakteristiknya. Kegiatan dalam editing ini antara lain:


1)        Mengecek nama dan identitas pengisi.
2)        Mengecek kelengkapan data, termasuk kelengkapan lembaran instrumen barang kali ada yang terlepas atau sobek.
3)        Mengecek macam isian data.
3.8.2        Coding
Coding adalah tahap dimana penelitian memberi kode pada setiap kategori dalam variabel.
Kode untuk responden 1=1, untuk responden 2 = 2, dan untuk responden 3= 3 dan seterusnya
Kode untuk umur        :
1.      < 20 tahun                 : A  
2.      20-30 tahun               : B
3.      30-35 tahun               : C
4.      > 35 tahun                 : D
Kode untuk pendidikan :
1.      SD                             : A
2.      SMP                          : B
3.      SMA                         : C
4.      Perguruan tinggi        : D
Kode untuk pekerjaan :
1.      Wiraswasta                : A
2.      Swasta                       : B
3.      PNS                           : C
4.      Tidak bekerja/IRT     : D
Kode untuk ibu yang melahirkan
1.      Pertama                     : A
2.      Kedua                       : B
3.      Ketiga                       : C
4.      Keempat atau lebih   : D
Kode untuk penerapan ASI eksklusif
1.      Ibu menyusui            : A
2.      Tidak menyusui         : B
3.      Diberi makanan atau minuman selain ASI : A
4.      Tidak diberi makanan atau minuman selain ASI : B
Kode untuk umur bayi
1.      1-3 bulan                   : A
2.      4-6 bulan                   : B
3.      Diatas 6 bulan           : C
Kode untuk informasi
1.      Pernah                       : A
2.      Tidak pernah             : B
3.      Tidak tahu                 : C
Kode untuk sumber pengetahuan
1.      Petugas kesehatan     : A
2.      Acara kesehatan di TV : B
3.      Media cetak (majalah, koran, tabloid, dsb) : C
3.8.3        Tabulasi
Tabulasi adalah proses penyusunan data kedalam bentuk tabel. Pada tahap ini data dianggap telah selesai diproses sehingga harus segera disusun kedalam suatu pola formal yang telah dirancang.
Setelah data terkumpul melalui angket, kemudian ditabulasi dan dikumpulkan sesuai dengan variable yang diteliti, untuk variable pengetahuan responden pada kuesioner untuk memudahkan jawaban dari masing-masing di berikan skore, tiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan apabila jawaban salah diberi skor 0.
Setelah didapat nilai kemudian frekuensi yang muncul dibandingkan dengan skor tertinggi dikalikan 100% dan hasil berupa presentase. Adapun rumus yang digunakan adalah :
Keterangan:
N  : Nilai yang didapat
Sp : Skor yang diperoleh
Sm : Skor yang maksimum
Setelah sampai pada hasil presentase, kemudian di interprestasikan secara deskriptif dengan menggunakan kriteri kualitatif, criteria tersebut adalah:
1.      Baik                       : 76% - 100%
2.      Cukup                   : 56-75%
3.      Kurang                  : ≤ 55%
(Nursalam, 2003)
Prosentase dikelompokkan lagi sebagai berikut:
1.          Seluruhnya                       : 100%
2.          Hampir seluruhnya          : 79-99%
3.          Sebagian besar                 : 51-78%
4.          Setengah                          : 50%
5.          Hampir setengahnya        : 26-49%
6.          Sebagian kecil                  : 20%
7.          Tidak satupun                  : 0%
(Budiarto, 2002).
            Setelah data terkumpul, data diuji dengan menggunakan rumus Mann Whitney dengan bantuan SPSS. Untuk testrank dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 bila hasil < 0,05 berarti H0 ditolak, berarti ada hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusuif dengan penerapan ASI eksklusif. Sebaliknya, jika α = 0,05 maka H0 diterima yang berarti H1 ditolak yaitu tidak ada hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif dengan penerapan ASI eksklusif.

3.9  Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yaitu daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmojo, 2005 :116).
Jenis kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang sudah disedakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.

3.10     Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin kepada Kepala Puskesmas Jogoloyo. Kemudian kuesioner disebarkan ke subjek yang diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi:
3.10.1    Lembar Persetujuan Penelitian Diberikan Pada Responden
Tujuannya adalah subjek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subjek tersedia diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subjek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghargai haknya.
3.10.2    Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh subjek. Lembar tersebut hanya diberi nama inisial atau nomor kode tertentu.
3.10.3    Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subjek dijamin oleh peneliti (Alimul, 2007).


3.11     Keterbatasan
Keterbatasan merupakan kelemahan dan hambatan dalam penelitian dan keterlambatan dalam penelitian yang dihadapi peneliti adalah:
3.11.1    Instrumen Alat Ukur
Pengumpulan data dengan kuesioner memiliki jawaban lebih banyak dipengaruhi oleh sikap dan harapan-harapan pribadi yang bersifat subjektif, sehingga hasilnya kurang mewakil secara kualitatif.
3.11.2    Kekurangan lain
Kekurangan lainnya yaitu peneliti yang baru pertama kali melakukan penelitian.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menampilkan hasil penelitian dan pembahasan sebagai tindak lanjut pelaksanaan penelitian dengan judul “Hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif dengan penerapan ASI eksklusif di desa Badas Sumobito Jombang 2010”. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2010 dengan penentuan sampel menggunakan teknik probability sampling yaitu sample random sampling, didapatkan sebanyak 41 responden. Sampel pada penelitian ini adalah semua ibu menyusui yang memiliki balita umur 0-6 bulan di desa Badas Sumobito Jombang. Pengumpulan data tingkat pengetahuan berjumlah 18 dan penerapan ASI eksklusif berjumlah 5 menggunakan kuesioner. Penyajian data dibagi menjadi dua bagian yaitu data umum dan data khusus. Data umum menampilkan karakteristik responden yang meliputi usia, pendidikan, dan pekerjaan, sedangkan data khusus menampilkan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif, penerapan ASI eksklusif dan hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif dengan penerapan ASI eksklusif di desa Badas Sumobito Jombang. Untuk menganalisa hubungan antara variabel independent dan dependent dilakukan uji statistik Mann-Withney dengan tingkat kemaknaan a = 0,05 maka HO diterima jika -1,96 ≤ Z ≤ + 1,96 dan HO ditolak jika Z > + 1,96 atau Z < - 1,96.


4.1    Hasil Penelitian
4.1.1        Data Umum
1.      Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 4.1  Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Di Desa Badas Kecamatan Sumobito Jombang

No
Usia
Frekuensi
Prosentase
1.
2.
3.
4.
< 20 th
20 – 30 th
30 – 35 th
> 35 th
1
24
11
5
2,4 %
58,5 %
26,8 %
12,1 %
Total
41
100
Sumber data : kuesioner 2010

Dari tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa dari 41 responden sebagian besar (58,5%) responden berada dalam usia reproduksi (20-30 tahun).
2.      Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 4.2    Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Desa Badas Kecamatan Sumobito Jombang

No
Pendidikan
Frekuensi
Prosentase
1.
2.
3.
4.
SD
SLTP
SLTA
PT
8
17
16
-
19,5 %
41,4 %
39,1 %
-
Total
41
100
Sumber data : kuesioner 2010

Dari tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa dari 41 responden hampir setengah (41,4 %) responden pendidikan terakhirnya SMP.


3.      Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4.3    Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Desa Badas Kecamatan Sumobito Jombang

No
Pekerjaan
Frekuensi
Prosentase
1.
2.
Bekerja
Tidak bekerja
6
35
14,7 %
85,3 %
Total
41
100
Sumber data : kuesioner 2010

Dari tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa dari 41 responden hampir seluruhnya (85,3 %)  responden tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga.
4.      Karakteristik Responden Berdasarkan Paritas
Tabel 4.4    Distribusi Responden Berdasarkan Paritas Di Desa Badas Kecamatan Sumobito Jombang

No
Paritas
Frekuensi
Prosentase
1.
2.
3.
Primi
Multi
Grande
18
19
4
43,9 %
46,3 %
9,7 %
Total
41
100
Sumber data : kuesioner 2010

Dari tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa dari 41 responden hampir setengahnya (46,3 %) responden multi.
5.      Karakteristik Responden Berdasarkan Informasi
Tabel 4.5    Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Di Desa Badas Kecamatan Sumobito Jombang

No
Informasi
Frekuensi
Prosentase
1.
2.
Tidak pernah
Pernah
23
8
56,1 %
43,9 %
Total
41
100
Sumber data : kuesioner 2010.

Dari tabel 4.6 dapat dijelaskan bahwa dari 41 responden sebagian besar (56,1 %) responden tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang ASI eksklusif dari tenaga kesehatan.
4.1.2        Data Khusus
1.      Karakteristik Responden Berdasarkan Penerapan ASI Eksklusif
Tabel 4.6    Distribusi Responden Berdasarkan Penerapan ASI Eksklusif Di Desa Badas Kecamatan Sumobito Jombang

No
Penerapan ASI Eksklusif
Frekuensi
Prosentase
1.
2.
Tidak diterapkan
Diterapkan
35
6
85,4 %
14,6 %
Total
41
100
Sumber data : kuesioner 2010

Dari tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa dari 41 responden hampir seluruhnya (85,4 %) responden tidak menerapkan ASI eksklusif.
Tabel 4.7    Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Manfaat ASI Eksklusif di Desa Badas Kecamatan Sumobito Jombang

No
Kriteria
Frekuensi
Prosentase
1.
2.
3.
Baik
Cukup
Kurang
29
11
1
70,7 %
26,8 %
2,5 %
Total
41
100
Sumber data : kuesioner 2010

Dari tabel 4.7 dapat dijelaskan bahwa 41 responden sebagian besar (70,7%) responden memiliki pengetahuan yang baik.


2.      Hubungan Tentang Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang Manfaat ASI Eksklusif Dengan Penerapan ASI Eksklusif Di Desa Badas Sumobito Jombang
Tabel 4.8    Tabulasi Silang Hubungan Tingkat Pengetahuan di Desa Badas Kecamatan Sumobito Jombang

No
Kriteria
Penerapan ASI
Total
Diterapkan
Tidak diterapkan
N
%
N
%
N
%
1.
2.
3.
Baik
Cukup
Kurang
6
0
0
14,6
0
0
23
9
3
56,1
22
7,3
29
9
3
70,7
22
7,3
Total
6
14,6
35
85,4
41
100
Sumber data : kuesioner 2010

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebagian besar (70,7%) memiliki pengetahuan baik tentang manfaat ASI eksklusif, 6 responden (14,6%) menerapkan ASI eksklusif dan 23 responden (56,1%) tidak menerapkan ASI eksklusif.

4.2    Pembahasan
4.2.1        Tingkat Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang ASI Eksklusif
Dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif di desa Badas Sumobito Jombang.
Data yang diperoleh sebagian besar (70,7%) responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang manfaat ASI eksklusif. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor informasi yang didapat melalui media cetak, media elektronik maupun petugas kesehatan. Menurut Syaifuddin Azwar bahwa pengetahuan ibu dipengaruhi oleh adanya informasi mengenai sesuatu hal yang memberikan landasaan kognitif baru yang cukup bertahan akan memberikan dasar efektif dalam menilai suatu hal yang dipengaruhi oleh banyak pengalaman dan informasi yang diperoleh dari media-media yang ada, tetapi pada kenyataannya hampir sebagian besar (56,1%) responden tidak pernah mendapatkan informasi tentang ASI eksklusif.
Selain dipengaruhi oleh faktor perolehan informasi, tinggi informasi tingginya pengetahuan ibu juga dipengaruhi oleh usia. Dari tabel 4.1 diperoleh data sebagian besar (58,5%) berusia 20 – 30 tahun. Hal ini dikarenakan semakin cukup umur seseorang maka akan lebih matang dalam berfikir. Selain itu pengalaman yang dimiliki akan lebih banyak seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini sesuai Hurlock dan Nursalam (2001) menyatakan bahwa usia mempengaruhi kematangan jiwa seseorang, semakin tua umur seseorang akan semakin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi serta semakin banyak pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki.
Selain data diatas tingginya pengetahuan ibu juga dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan yang hampir seluruhnya (85,3%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga saja, sehingga responden mempunyai waktu luang yang banyak untuk mendapatkan informasi dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.


4.2.2        Penerapan ASI Eksklusif
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar (85,4%) tidak menerapkan ASI eksklusif. Hal ini disebabkan karena budaya, sesuai dengan pendapat Syaifuddin Azwar bahwasannya kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.
4.2.3        Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang Manfaat ASI Eksklusif Dengan Penerapan ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil uji statistik “mann-withney” dengan mengunakan uji statistik SPSS dengan tingkat kemaksimalan a < 0,05 (pengujian dua sisi) yaitu ada hubungan pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif dengan penerapan ASI eksklusif di desa Badas Sumobito Jombang.
Pada tabel 4.8 dapat diketahui bahwa (14,6%) responden memiliki pengetahuan yang baik dan menerapkan ASI eksklusif, dan (56,1%) responden memiliki pengetahuan baik dan tidak menerapkan ASI eksklusif, tetapi responden yang memiliki pengetahuan cukup dan kurang tidak ada satupun yang menerapkan ASI eksklusif. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengaruh dari orang lain, dimana ibu memerlukan dukungan dan perhatian yang lebih dari orang yang disayangi. Ibu mendapatkan pengalaman dan masukan yang baik dari orang tuanya sehingga ibu memberikan ASI kepada bayinya. Dikutip dari buku Syaifuddin Azwar, orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seorang yang dianggap penting, seorang yang diharapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan pendapat, seseorang tidak ingin dikecewakan atau berarti khusus akan banyak mempengaruhi sikap seseorang terhadap sesuatu. Dalam kenyataannya banyak orang tua yang memberi masukan kepada ibu muda agar anaknya diberi makanan atau minuman selain ASI di bawah umur 6 bulan.



BAB V
PENUTUP

5.1    Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan mengenai hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif dengan penerapan ASI eksklusif di Desa Badas Sumobito Jombang pada bulan Mei 2010, didapat hasil sebagai berikut :
1.      Tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif di desa Badas Sumobito Jombang sebagian besar (70,7%) memiliki pengetahuan baik.
2.      Penerapan ASI eksklusif di desa Badas Sumobito Jombang sebagian kecil (14,6%) menerapkan ASI eksklusif.
3.      Tidak ada hubungan antara tingkat ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif dengan penerapan ASI eksklusif di Desa Badas Sumobito Jombang.

5.2    Saran
Untuk selalu meningkatkan pengetahuan ibu menyusui tentang manfaat ASI eksklusif misalnya dengan menyebar leaflet dan memberikan penyuluhan.


5.2.1        Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengembangkan variabel lain dalam setiap permasalahan perkembangan yang ada.
5.2.2        Bagi Pendidikan
Dengan adanya hasil penelitian diharapkan dapat menambah materi kuliah tentang manfaat ASI eksklusif dan diharapkan lebih melengkapi litratur kepustakaan yang ada terutama tentang manfaat ASI eksklusif sehingga mempermudah penelitian selanjutnya dalam penyempurnaan penelitian.
5.2.3        Bagi Lahan
Bagi lahan untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang ASI eksklusif agar program ASI eksklusif tercapai dengan meningkatkan memberian penyuluhan atau menyebarkan liflet tentang ASI eksklusif.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Friends

Blog List